
PUSAT4D – CERITASEX
Namaku Adi, umur 30 tahun (180cm/76kg), single dan bekerja sebagai Manajer Koordinator di salah satu perusahaan ternama di kota S.
Beban pekerjaan sebagai seorang koordinator cukup menyita waktu ku sehingga sulit sekali aku untuk dapat mempertahankan suatu hubungan dengan perempuan, dan tidak hanya itu keadaan rumah tempat tinggal ku yang kubeli dari hasil keringat pun jarang terurus karena seringnya aku pergi dinas keluar kota.
Akhirnya kuputuskan untuk mencari pembantu agar dapat mengurus rumah (bersih-bersih, masak, cuci) lagipula bisa jadi teman ngobrol waktu aku dirumah.
Butuh waktu cukup lama aku mencari dan mendapatkan pembantu sesuai dengan kriteriaku (biaya gajinya juga harus dipikir soalnya, hehe), karena di kota S termasuk kota yang berkembang sehingga banyak yang tidak mau bekerja sebagai pembantu dan lebih memilih untuk menjadi buruh pabrik.
Dengan dibantu seorang rekan di kantor, akhirnya aku mendapatkan pembantu, namanya Sulastri (kupanggil Bi Lastri), umur 52 tahun, tinggi/berat (kira-kira 150-155cm/50kg). Sebulan Bi Lastri mulai bekerja di rumahku, kulihat dia sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan dan kesibukanku, akupun juga tidak berfikir hal yang aneh-aneh apalagi pikiran yang menjurus ke “vivid”.
Menginjak bulan kedua, aku pulang larut malam dari kantor karena urusan tamu. Kulihat jam tanganku sudah menunjukan pukul 21.21 (ngantuk pasti, capek apalagi). sesampainya didepan rumah, aku sengaja tidak membunyikan klakson mobil karena sungkan dengan tetangga dan Bi Lastri pasti sudah tidur pikirku.
“Aduh mas, maafkan bibi ya mas…”, katanya dengan nada memelas. Aku tidak membalasnya, cuman diam masuk rumah dan duduk disofa ruang TV. Setelah menutup gerbang, Bi Lastri mendatangiku.
Bi Lastri: mas gimana kakinya?
“yaa bagaimana Bi, tuh merah!” ketusku
Bi Lastri: saya ambilkan obat gosok ya mas..
Sembari menunggu Bi Lastri mengambil obat gosok akupun melepas celana+hem dan tinggal kaos dalam+boxer. Sambil mengurut kakiku, dia bercerita ngalor ngidul.. aku hanya menjawab sekenanya saja karena mataku tertuju ke belahan dadanya yang terlihat dari atas dasternya.
Tidak berapa lama, akibat aku melihat belahan dada Bi Lastri pikiranku pun mulai ngeres (maklum sebulan belum Ngocoks, sibuk mikir pekerjaan dan dirumah cuman berdua sama Bi Lastri) lambat tapi pasti, penisku pun mulai mengeras dan bergejolak sehingga membuat kelihatan menyembul dari balik boxerku.
Bi Lastri: mas… itu…
“kenapa bi?, sahutku.
Bi Lastri: ee… eee… (sembari melihat penisku yang sudah tegang dari tadi)
“ohhh… si otong toh bi! ”, (panjangnya normal kok gan 16 cm dengan diameter kepala otong kira-kira 4,5-5 cm) tanpa pikir panjang dan entah setan mana yang masuk dipikiranku, aku langsung berdiri dan melepas boxerku sehingga si otong bebas mengacung tepat di depan muka Bi Lastri.
Kupikir Bi Lastri bakal langsung pegang si otong (kayak dipilem bokep-bokep gitu) eh malah tertunduk malu, tapi yang heran Bi Lastri tidak pergi dan tetap memegang kakiku.
Melihat Bi Lastri seperti itu, kuputuskan untuk duduk disofa lagi dan mengelus-elus si otong. Kulihat Bi Lastri curi-curi lihat si otong, 10 menit aku mengelus si otong, akhirnya kuambil inisiatif untuk berdiri dan mengangkat Bi Lastri dan kudorong ke sofa. Sedikit kupaksa memang pembantu tuaku ini sehingga dia berposisi nungging.
Bi Lastri: mas… mas, bibi mau diapain?, akupun tidak menjawab dan tetap melancarkan jalan si otong dengan menyibakkan daster dan celana dalamnya. Setelah CD nya turun, langsung kusambar dan kujilati memeknya (aneh rasanya gan, engga kayak di cerita-cerita tapi tetap saja kulakukan biar memek Bi Lastri basah.
Maklum sudah tua, jadi enggak sehorny cabe-cabean gan). Awalnya ada sedikit penolakan dari Bi Lastri dengan menjambak rambutku tapi yang heran lagi, diapun juga mengeluh dengan nafas yang mulai memburu.
Sekitar 3 menitan aku menjilati memek pembantu tuaku ini dan kupikir juga sudah cukup basah. Akhirnya mulai kuarahkan si otong dengan tangan kananku dan tangan kiriku tetap memegang pinggul Bi Lastri (biar enggak lari kemana-mana gan, susah juga Bi Lastri mau berontak..
Bi Lastri: aaahhhhh… massss… ma.. sss,
mendengar desahan Bi Lastri ini, bukannya kasihan malah membuat aku semakin horny. Sengaja aku memperLastrinkan ritme si otong dengan hanya memasukan sebatas kepala si otong dan mengeluarkannya lagi (sensasinya semriwing gan).
Bi Lastri: maa.. ss, ahhhh… kon.. tol mas.. adi… aahhhh..
Mulai kupercepat dorongan ke memek orang tua ini, slep… slepp… slepppp, tidak ada kata yang keluar dari mulut Bi Lastri ini selain desahan yang memburu, 5 menit diposisi doggy style dan sudah kulihat tidak ada penolakan dari Bi Lastri sehingga kuputuskan untuk berganti posisi WOT (kan kaki ane sakit gan, hehehhe.
Kumantapkan si otong sembari Bi Lastri kusuruh untuk membuka dasternya, sehingga terlihatlah buah dadanya yang masih terbungkus BH berenda dengan warna krem persis yang kulihat tadi (kira-kira ukurannya 34-35c tapi sudah agak menggantung.. model pepaya gitu gan). Tanpa menunggu waktu lama, kutarik tangannya untuk segera naik di pangkuanku (WOT), sleep..
slep.. slepp dengan tempo yang agak lambat khas orang berumur lah. Tapi jangan salah gan dengan tempo yang lambat sensasinya malah luar biasa ditambah dengan pemandangan buah dada model pepaya gantung naik turun di depan mata dan benar ternyata selang tidak berapa lama kurasakan mulai ada yang bergejolak dari si otong.
“aahhh… bii… ahhh.”, kutahan sebisaku tapi apa daya dengan posisi WOT jelas kontrol ada di pihak lawan.
“bii, aku mau kelu.. ar… ”, kupercepat tempo si otong sebisaku dengan sebelah tangan menekan pinggul+pahanya dan tangan satu nya meremas buah dada Bi Lastri. slepp.. slepp.. sleepp berbarengan dengan suara desahan kami berdua. Tidak berselang lama, akhirnya kumuntahkan air maniku ke dalam memek pembantu tuaku ini.
Bi Lastri: “ahhhh… pa. nass ma.. sss… sssshhhh, aakhh”
Keringat pun bercucuran dari badan kami berdua dan nafas yang masih memburu, Bi Lastri pun kutuntun untuk rebahan di sofa sembari aku menikmati sisa-sisa sensasi dari perLastrinan seks dengan orang yang terpaut 22 tahun diatas umurku ini.
Di sela-sela tatapan kosongku, Bi Lastri ternyata mau kembali ke kamarnya dengan membawa daster dan CD nya yang berserakan di lantai.
Dengan sigap kupegang tangannya dan menariknya untuk masuk ke kamarku.
“Malam ini, bibi layani saya ya.” dengan nada memerintah.
Entah dia sendiri juga merasa enak atau sungkan atau takut, Bi Lastri hanya mengangguk saja. Sembari dia merapikan pakaiannya (yang berserakan dilantai tadi), kubuka kaos dalamku dan BH Bi Lastri juga tidak luput dari tangan jahilku ini sehingga kami jalan berdua menuju kamarku tanpa sehelai benangpun.
Kusuruh dia duduk di kursi meja belajarku dan menungguku, kubuka laci lemariku dan aku mengambil satu butir pil (macam viagra gitu gan) dan meminumnya dengan air yang memang selalu disediakan Bi Lastri didalam kamarku (maklum gan, kalau sudah didalam kamar malas buat keluar lagi).
Bi Lastri: “mas adi minum apa itu?,” tanyanya bego.
gleekkk…“oh ini… ini vitamin bi, bibi nanti juga minum yang ini yaa.”, sembari kutunjukan obat yang konon katanya mencegah kehamilan atau mematikan sperma yang keluar.
Bi Lastri: “enjih mas…(iya mas)”. sahutnya. Setelah kami meminum obat itu, kuhampiri Bi Lastri yang dari tadi duduk menunggu dan melihatku lalu kusodorkan lagi si otong ke arah mulutnya. “masukin ke mulutmu Bi…,” sahutku, dia tidak menjawab tapi tetap melakukan apa yang aku suruh.
“ahhh… iseep bi..”, pintaku sembari aku meremas-remas buah dadanya. Tak luput juga, kusuruh tangan kiri pembantu tuaku ini untuk meLastrinkan buah zakarku, sedangkan tangan kanannya meLastrinkan memeknya sendiri (menjaga biar tetap basah pendek pikirku gan).
Tidak butuh waktu lama, efek dari pil tadi mulai bekerja ditambah isapan dari mulut pembantu ku ini membuat si otong bangun lagi. 3 menit prosesi BJ kami lakukan, setelah itu kuangkat Bi Lastri dan kutuntun untuk duduk dan mengangkang di atas meja belajarku. Pas ternyata posisi memek Bi Lastri (duduk ngangkang di atas meja) dengan si otong yang membuatku leluasa menusuk memek tua ini, tanpa ba bi bu…
Bi Lastri: aaaahhhhhhh… masss!, sahutnya sedikit manja sembari merangkul aku (yang pasti aku ogah gan disuruh nyipok, daripada ngerusak mood akibat bau mulut).
Kuteruskan goyangan maju mundur si otong tanpa lupa meLastrinkan buah dadanya (pentil Bi Lastri yang kurasa juga sudah mengeras) dan tangan satunya meLastrinkan clitorisnya (alat pipis nya), benar dugaanku, Bi Lastri pun menggelinjang sembari mendesah.
Bi Lastri: “aahh.. ahhh… mass.. kontolmu.. aahh.. ahh, kok lebih… aaahhh.. ahhh keras dari tadi?” tanya dan desahannya.
Tidak kujawab karena mulutku sedang asyik menghisap buah dadanya yang besar dan menggelantung itu. Tengah malam yang sepi ini pun berubah menjadi adegan panas kami berdua yang seharusnya lebih cocok disebut ibu dan anak ini.
Sleepp… sleepp.. sleeppp,
Bi Lastri: “mass, saya capek… mass… aahhhh.” dengan nada desahan memelas. Segera kulepas si otong dan kugandeng Bi Lastri untuk pindah kekasur.
Kurebahkan dia dan kupegang pangkal pahanya sehingga terlihat memek hitam kemerahannya, tidak kugubris keluhnya dan tetap menghujamkan si otong ke memeknya. Sleepp… plok… plokkk… plookk.. sleepp (bunyi pangkal paha saling beradu dan giatnya si otong bekerja).
Bi Lastri: “aaaahh… ahh, mas ad.. i… ahh… saa.. kit mass.. ahhh.. ahh”
“sudah nikmatin saja Bi.. ahh.. ahhh.” sahutku.
“apa saya sudahi malam ini?” tanyaku sembari tetap mengebor memek tuanya.
Bi Lastri :“aahh… ahh, iy.. enggak mas… ahh.. ahh.”
Bi Lastri :“kontolmu enak ma… ssss.. aahh.. ahhh.. ah”…“pee… nuhh, ahh.. dimemek.. ah.. ahhh sa.. ya”
Mendengar kode itu, jelas aku makin beringas. Cukup lama kami beradu stamina, sekitar 20 menit berlalu kurasakan si otong siap untuk mengeluarkan cairan gantengnya.
“aahhh.. ahhhh… Bi, kamu mau spremaku?”, tanyaku. sleeeppp… sleppp.. sleeppp
Bi Lastri: “enjihh.. ahh.. ah mas, ahhh… cepet mas.. ahhh… pejumuu.. aahh”
Kupercepat tempo si otong dan akhirnya, “Biiiii… akuu keluarr, ahhhhhh… ahhhhhh!,” crett… crett.. suurr (keluar lagi dalam memek orang tua ini).
Kucopot si otong setelahnya dan kuarahkan ke mulutnya agar di jilati oleh Bi Lastri, setelahnya kurebahkan badanku di sebelah Bi Lastri yang penuh dengan keringat.
“Bi.. kalau kecapekan bibi tidur saja duluan.” sahutku sembari melihat jam dinding pukul 00.30
Bi Lastri: “enjih mas adi, bibi capek 2 ronde langsung sama mas…,” akupun hanya diam dan senyum simpul.
Bi Lastri: “saya tidur duluan ya mas..?,” tanyanya sembari merubah posisi akan tidur memunggungiku.
“iya bi… makasih yaa.” sahutku
Bi Lastri: “iya mas adi, bibi juga terima kasih.”
Sendiri kunikmati sisa-sisa kenikmatan menghajar memek pembantu tuaku ini dengan ditemani rokok marlboro putih yang memang menjadi alat pelepas stress ku ini. Mulai kuhisap pelan-pelan dengan pemandangan perempuan tua tidur dikasurku dengan memek yang masih berlendir akibat ulah si otong.
Dan ternyata lagi-lagi dugaanku benar… si otong belum ngantuk…
Masih saja si otong berdenyut (dasar obat sial pikirku), kucoba tenang dan tetap menikmati rokok tidak lupa menenggak habis air putih didalam kamar dengan harapan si otong bisa tidur dalam sangkar.
Kucoba mengalihkan perhatian dan pikiranku dengan membuka laptop untuk mengerjakan tugas kantor. Tidak terasa waktu cepat berlalu dan jam pun sudah menunjuk pukul 03.
Silau matahari dari sela korden kamarku membuatku terhenyak bangun, kulihat jam sudah pukul 08.30 (wah telat sudah aku ke kantor, aku kesiangan gara-gara menghajar memek Bi Lastri semalam) dengan seribu alasan, aku ijin tidak masuk kerja ke HRD kantorku tapi tetap tugas sudah aku kirim sehingga beban di pikiranku pun sedikit berkurang.
Kegiatan formalitas kantor sudah beres (dengan masih telanjang bulat) aku keluar dari kamar menuju ruang makan. Makanan sudah tersaji dan siap untuk dilahap, tapi mana ini makanan untuk si otong (morning sick si otong nyari tandem nya semalam).
Terdengar suara air dari dapur dan ternyata Bi Lastri sedang membereskan alat masak yang telah dipakai memasak tadi.
“Pagi bi…”, sahutku
Bi Lastri: “ehh, mas adi udah bangun toh?”
“iyaa bi, bangun tapi kesiangan”, sambil garuk-garuk kepala.
Bi Lastri: “iya mas, bibi tau kok.. mas adi sama ‘itu’ juga bangunnya kesiangan,” jawabnya genit sambil nunjuk si otong.
(edaann… dikode lagi aku, ini stw minta dihajar lagi memeknya) pikirku.
Sengaja kutunggu Bi Lastri selesai membereskan cuciannya, setelah kiranya selesai langsung kedekap Bi Lastri dari belakang dan sesuai dengan SOP (standart operasional prosedur) persetubuhan, tanganku mulai bergerilya ke tubuh perempuan tua ini. Tangan kananku meremas buah dadanya dan tangan kiriku membantu mencoba menaikan kaki sebelah kirinya agar bisa naik di dekat wastafel tempat cuci piring tadi.
Bi Lastri: “ahhh… mas adi, ini masih pagi loo mas.” sahutnya, hirauannya jelas sudah tidak kugubris (bagaimana bisa ditahan, si otong sudah lalayeye begini).
“udalah bii, si otong ini loo sudah enggak bisa diajak kompromi”, jawabku sekenanya sembari tangan kiriku sudah masuk dua jari ke lubang memek Bi Lastri.
Bi Lastri: “aahh.. uhhh… pelan to ma.. ssshhh.. ah,” desahnya. Prosesi perLastrinan jari cukup 2 menit, sejurus kemudian Bi Lastri aku suruh untuk turun ke bawah biar si otong dapat service isapan dari mulut pembantu tuaku ini.
“aaahhh… bii, teruuss…”, jawabku menikmati isapan Bi Lastri sembari kedua tanganku memegang kepalanya yang masih tertutup hijab (ini cara ampuhku untuk mengatur ritme biar si otong engga buru-buru keluar gan). PerLastrinan BJ pun segera aku akhiri, kugandeng Bi Lastri untuk masuk ke kamarku.
Sampai dikamar…
“Bi Lastri, daster sama dalemannya dibuka dong!”, pintaku
Bi Lastri: “iya mas adi, tadi malem masih kurang toh?,” jawabnya sembari melepas pakaiannya satu persatu.
Pemandangan seperti itu dipagi hari ditambah mengelus-elus si otong sama dengan horny tingkat dewa. Setelah telanjang bulat Bi Lastri kusuruh untuk tiduran dikasurku dan prosesi “69” kami lakukan.
Bi Lastri: “mas adi kok gayanya aneh-aneh to?… aahhh.. ahh,” desahan tanyanya
“Biar engga bosen bii…”, jawabku sambil meLastrinkan klitorisnya, “bii… lanjutin isepnya,” perintahku. Selang 5 menit berlalu, alhasil kedua kelamin kami pun basah, segera kuputuskan untuk menyetubuhi perempuan tua ini lagi. Dengan berganti posisi normal, kuarahkan si otong menuju liang senggama.
Bi Lastri: “Pelan yaa mas adii… ssss.. aahhh.,” sleeeepppp.. sleeppp.. sleeeppp
Bi Lastri: “aahhh… ahhhhh… mass, terus mas… ahh.,” plokk… slleppp… plookk… sleeppp, sengaja tempo perLastrinan aku buat naik turun agar Bi Lastri menggelinjang seperti ulat kepanasan.
“aaahhh… ahhhh, bii… memekmu bii… ahh.. ahhh.”, sebisanya aku nikmatin tubuh perempuan tua ini.
Ditengah-tengah acara pergumulan kami berdua, bel rumah berbunyi. Sontak hal ini membuat kami berdua kaget, kulihat dari sela jendela kamar sembari Bi Lastri memakai pakaiannya kembali. Ternyata Pak RT datang untuk bertamu.
“Bii… bilang saja saya kurang enak badan, nanti agak malam saja biar saya yang kerumah pak RT.”, (sial pikirku, lagi ditengah-tengah medan pertempuran)
Bi Lastri: “enjihh mas.,” sambil lalu ngelonyor keluar kamar.
Selesainya menemui pak RT, Bi Lastri bergegas masuk lagi kedalam rumah berlalu ke kamarku. Seperti tidak mau kalah, kali ini Bi Lastri yang mendekapku dari belakang karena mendapati aku sedang mengocok si otong sembari berdiri.
Bi Lastri :“aduuhh… kasian mas adi, keganggu yaa tadi.” jawabnya genit sembari tangan kanannya meraih si otong.
“iyaa nih bii.. aahhh.. sshh, terus kocokin bii…”, jawabku sembari membuka 3 kancing depan dasternya, sehingga leluasa lah tangan ini meremas buah dada yang besar dan menggelantung mirip pepaya kepunyaan Bi Lastri ini.
Tidak lama kemudian, sudah kurasakan si otong menegang tanda mau memuntahkan cairan gantengnya.
“aahhh… bii, aku mau keluar niih, sss.. aahh, bibi tiduran sebentar dikasur ya”, Bi Lastri pun menurut saja sembari mengangkat dasternya dan memegangi kedua pangkal pahanya.
Bi Lastri: “Pelan ya mas adi, inget loo bibi sudah tua.,” sahutnya
(inget sudah tua tapi mau aja disuruh ngangkang pikirku), sleeeppp… sleeppp.. sleepppp, plokk.. plokkk.. sleeppp goyangan buah dada Bi Lastri mengikuti hujuman si otong ke memek tuanya itu.
Bi Lastri: “aahhh… ahhhhh.. ahhhh… masss.. aahhhh ayo mass.. aahhhssshhh.”
“aaahhh… ahhhh… biii… aku keluarin di mulutmu yaa… aaahhh..”, jawabku tanpa ba bi bu kuarahkan si otong ke dalam mulut pembantuku ini.
“aaahhhhhhhhh… sssssshhhh.”, crett… crettt… crettt, air manipun masuk kedalam mulut Bi Lastri dan spontan pula ditelan lah air maniku itu.
Bi Lastri: “aduuhh mas, pejumu ketelen kan.,” jawabnya sembari mengusap sisa-sisa air mani yang tertinggal di sekitar mulutnya.
“obat awet muda bi..”, candaku sambil cekikikan.
Sambil duduk dikursi meja belajarku dan menghisap rokok kesukaan, kulihat Bi Lastri masih di atas kasurku dan mengangkang.
“Oia bi, tadi pak RT ada apa toh?”, tanyaku
Bi Lastri: “iya mas, tadi pak RT bilang dan tapi juga kaget katanya mas adi nyari pembantu tapi sudah ada bibi.”
“ohhh… gitu.”, jawabku sambil mengingat memang waktu aku belum mendapat pembantu dari rekan kerjaku, aku juga minta tolong pak RT untuk mencarikan prt waktu ada kegiatan temu warga disini.
“Yaa uda bi, nanti malam saja aku ketempat pak RT. Sekarang perutku lapar bii, tolong disiapin yaa..”, manjaku
Bi Lastri: “enjih mas.,” sambil beranjak keluar kamarku dengan baju compang camping.
Setelah sarapan, aku sengaja memutuskan untuk tidur kembali agar stamina terjaga dan dapat digunakan untuk bersetubuh lagi dengan Bi Lastri.
Bi Lastri: “mass… mass adii, bangun mas.,” teriaknya didepan pintu kamarku. Hal ini memang aku biasakan ke Bi Lastri, jika tidak ada kepentingan jangan mengetuk pintu atau masuk kedalam kamarku.
“iyaa bi.. saya sudah bangun kok.”, sahutku.
Bi Lastri: “enjihh mas, tadi katanya mas adi mau ke pak RT?,” tanyanya.
“oiaa bi, hampir aku lupa. ya sudah aku mandi dulu bi.”, jawabku sambil berfikir geleng-geleng (ini PRT sudah STW, bisa masak, bersih-bersih rumah, cuci-cuci, budak seks, sekarang asisten pribadi… edaannn wes).
Akupun berlalu ke rumah pak RT…
Pak RT: “ehh… mas adi, mari masuk mas.,” sahutnya.
“iya pak, hehe.. maaf pak, tadi saya kurang enak badan.”, biasa kujawab sambil cengengesan.
Kamipun ngobrol panjang dan lebar, sehingga menjadi luas. Pada intinya ternyata pak RT sudah mendapatkan PRT dan sangat membutuhkan pekerjaan ini. Sekali lagi sesuai dengan kriteria saya. Namanya Sri, umur tidak jauh berbeda dengan Bi Lastri terpaut 3-4 tahun lebih muda. Yang terbesit dipikiranku bukan lagi masalah biaya gaji dan sungkan jikalau aku menolak pak RT, melainkan kalau ada si Sri ini bagaimana prosesi persetubuhanku dengan Bi Lastri.
Sambil lalu aku berjalan menuju rumah sambil berfikir. Sesampainya dirumah aku ingin membicarakan hal ini dengan Bi Lastri, siapa tahu dia juga ada solusi.
Bukannya percakapan dengan Bi Lastri serta solusi yang aku dapati, melainkan Bi Lastri sedang duduk bersandar di sofa ruang tv hanya memakai BH hitam berenda dan tangannya bergerilya sendiri/self service (tangan kanannya meremas buah dadanya, tangan kirinya meLastrinkan memeknya).
“loohh… kok sudah mulai duluan bii…”, candaku
Bi Lastri: “hhehe… iyaa mas, sambil nunggu mas adi pulang.,” jawabnya agak malu.
“oohhh… biar basah yaa bi. ”, lanjutku sembari membuka kaos dan Bi Imah dengan sigap membantu membuka celanaku. Bebaslah si otong yang sudah berdiri tanggung akibat melihat kegiatan Bi Lastri tadi. Dengan setengah jongkok, Bi Lastri mulai mengulum si otong, melihat buah dada yang bergoyang dan masih terbungkus BH hitam serta semakin nikmatnya kuluman dari pembantu tuaku ini membuat si otong tidak perlu waktu lama untuk berdiri tegak.
“Ayo bii.. bibi diatas.”, pintaku
Bi Lastri: “enjih mas.,” jawabnya sembari mengarahkan si otong ke dalam memeknya.
sleeeepppppp…
Bi Lastri :“massss… ahhhh… ahhhh.. ahhhh.”
“iyaa bii… ahhh… memekmu enakk.. ahhh.. ahh.” sembari digoyang kubuka kaitan BH Bi Lastri yang ternyata juga ada di bagian depan. Kupilin dan remas buah dada perempuan tua ini.
Bi Lastri: “ahhh… shhhh, iyaa enakk.. mass.. aahh.. ahh. ,” sleeppp… plokkk.. plook… sleepp… (gila pembantuku ini, hanya bermodal perLastrinan semalam dia sudah lihai mengatur tempo naik turun genjotan) pikirku. Tidak mau kalah, kusudahi prosesi WOT ini dan kudorong Bi Lastri sehingga posisinya miring diatas sofa.
Namanya juga PRT STW, nurut saja dia mengikuti kemauanku. Dengan posisi itu, agak setengah berdiri dan kaki kirinya berada dipundakku sehingga terlihat jalan yang pas untuk si otong menghujam memek tua Bi Lastri. Buah dada nya menempel dan bergoyang akibat posisi miring ini serta tusukan dari si otong.
Plookk… plokk… plokkkk… plokkk, percepatan dimulai
Bi Lastri: “aahhh.. mass.. pelan mas.. ahh.. mas adi.. ahhhh…,” cuma itu kata yang keluar dari mulut pembantu tuaku.
“ahh.. ehhh.. ehhh… ta.. hann bi.”, kujawab dengan tetap mempertahankan ritme tusukan si otong.
Dengan posisi miring itu cukup kusadahi dalam tempo 5 menit, karena banyak tenaga untuk menahan berat badan dengan posisi setengah berdiri. Kulepaskan si otong dari dalam sangkar memek tua Bi Lastri dan aku duduk bersandar di sofa. Sengaja kubiarkan sebentar Bi Lastri dan aku sendiri untuk mangatur nafas sembari menikmati denyutan-denyutan yang terjadi akibat persetubuhan tadi.
Tak lama berlalu…
“Bii… isep dong.”, pintaku
Bi Lastri: “enjih mas..,” menjawab sembari membetulkan posisi dan melepas BH hitam nya yang sudah setengah terbuka. Dengan posisi nungging dia jilat dan isap si otong, sedangkan aku dengan leluasa meLastrinkan buah dada perempuan tua ini yang lebih terlihat menggantung dan besar karena posisi nya itu.
“sshh… ahhh, ahhh.. bii terus bi..”, desahku, entah karena keenakan atau apa, si otong sedikit memuntahkan cairan gantengnya (ini sudah keluar atau pre cum yaa pikirku).
Bi Lastri: “loh, mas adi kok engga bilang bibi kalau sudah mau keluar?,” tanyanya
“engga bi, kayaknya belum deh. Tuh liat si otong masih berdiri, tapi udah kerasa sih emang” jawabku.
Tanpa jawaban dari Bi Lastri, langsung saja kusudahi prosesi kulumannya.
“ayoo bii, saya mau keluarin di dalem memek Bi Lastri.” sahutku.
Slepppp… sleeppp… plok.. plokk.. plokkkk
“aaaahhhh… biiii, ak… aku keluar.. ahhhh.. yaaa…”, teriakku
Bi Lastri: “aahhh… ahhhh.. ah.. mas, pe.. jumu maa.. ssshhh.. aahh.. ahhh.”
crett… crett.. crettt… serrr, setelah si otong muntah tetap kudiamkan didalam memek Bi Lastri dengan kuperlahan tusukan si otong sembari menikmati buah dada Bi Lastri.
“ahhhhh (lega)… malem ini bibi tidur lagi dikamar saya ya?”, tanyaku dengan posisi tetap di atas Bi Lastri
Bi Lastri: “enjihh sayaang…,” jawabnya sambil menyolek hidungku.
(sayang… sayangg… gundulmu itu) batinku, hhehee.
Didalam kamar akhirnya kami pun membahas masalah Bi Sri yang akan bekerja juga dirumahku, awalnya agak bingung untuk memulai dan menjelaskan ke Bi Lastri. Yang aku takutkan adalah terganggunya prosesi persetubuhan kami ini tapi seakan disambar gledek (petir) dan hatiku pun sedikit berdegup kencang mendengar kata yang keluar dari Bi Lastri.
Bi Lastri: “kalau bibi engga masalah mas, kalau sri mau.. diajak aja sekalian kayak bibi gini sama mas adi.,” sambil tertawa kecil. eaaaaaaaaa…
Beberapa minggu kemudian, tidak terlalu banyak yang dapat aku ceritakan. Memang hal ini disebabkan mulai seringnya kujalani aktivitas dinas luar yang cenderung padat jika kantor mendapat job dari investor, tapi tetap setidaknya seminggu sekali aku pulang dan kusetubuhi pembantu tuaku yaitu Bi Lastri. Entah karena suka sama suka, kebutuhan rohani (mungkin) atau karena nafsu.
Yang jelas beberapa hari setelah awal aktivitas normalku, Bi Sri sudah aku pekerjakan melalui bantuan dari Pak RT karena kupikir Bi Lastri pasti kesepian karena dirumah sendiri dan bisa mambantunya mengurus rumah, tidak terlepas pula masalah umur/tenaga Bi Lastri yang pasti menurun dan Bi Sri yang sedikit lebih muda pasti bisa mengatasinya.
Untuk masalah gaji, Bi Sri ini memang tergolong rendah atau dibawah gaji yang aku berikan kepada Bi Lastri, kemampuannya jauh dibawah Bi Lastri dan hanya bermodal “ingin kerja dapat uang untuk menikmati masa tua nya nanti” yang dia pakai alasan untuk bekerja. Jadi hal ini tidak membuatku terlalu pusing memikirkannya.
Suatu hari di Kota L tempatku berdinas dengan beberapa rekan, ada satu orang yang dekat denganku sebut saja namanya fajar, umur dibawahku 2 tahun, perawakannya 175cm/80 (bongsor lah gan). Fajar inilah yang membantu mencarikan prt dirumahku, yak benar Bi Lastri. Intensnya pekerjaan dan penat dalam pikiran maka kami putuskan untuk “refreshing” sejenak dari padatnya kegiatan dan beranjak ke suatu tempat hiburan malam.
Fajar :“mas broooo, kenapa kok enggak semangat gitu? lupain dulu lah laporan kantor..!”, sahutnya sambil menenggak minuman.
“eee… iya jar, enggak tau juga kenapa ini kok moodku hilang…”, sahutku sambil mengambil sebatang rokok
Fajar :” eh… iyaa, gimana pembokatmu mas bro? enggak rewel kan…?”, tanyanya.
(rewel??!) sontak aku berfikir, ini apa jangan-jangan dia sudah tahu sejak awal kalau Bi Lastri ini ternyata (maaf) agak binal.
Entah pula, apa karena aku mabuk atau capek+mabuk (hhehe), akhirnya kita berdua memutuskan untuk kembali ke rumah dinas yang memang disediakan dari kantor. Sepanjang perjalanan kami berdua ngobrol tidak ada habisnya (maklum mabuk gan.. pasti ngoceh tanpa batas).
Kuceritakan semua yang pernah aku lakukan dengan Bi Lastri kepadanya (tetapi bagian detail tiap prosesi jelas tidak aku perjelas gan), diapun cukup terkejut mendengarkan hal itu (entah terkejut atau pengen ikutan nyoba berLastrin seks dengan perempuan yang lebih tua dari umurnya).
Fajar :“adduhhh… berdiri kan kontolku denger ceritamu mas. kira-kira aku boleh nyoba gak? tidur dirumahmu gitu maksudnya..? hehehe”, tanyanya sambil tertawa.
“yaa… lihat sikon nanti saja jar…”, jawabku sembari bersiap untuk tidur dan memejamkan mata.
Fajar :“ssiiippppp dahhh…”, sahutnya.
Hanya itu yang kudengar terakhir dari mulut sahabatku, sambil lalu kita kembali ke aktivitas normal.
Suatu malam, aku kembali ke rumah… dengan dibantu oleh Bi Lastri yang selalu siap untukku, kami berjalan ke kamar dan masuk…
Bi Lastri :“gimana mas kerjaan dikantor?”, tanyanya sembari membersihkan alat kerja dan baju-baju kotorku.
“yaa… gitu lah bi (sambil menghela nafas), biasa saja. eh, Bi Sri gimana kerjanya bi?”, lanjut tanyaku.
Bi Lastri :“gpp mas, mas adi tenang saja. Urusan rumah biar bibi sama sri aja yang beresin.”, jawabnya.
“gitu ya bi, syukur deh kalau gitu.”, jawabku sembari melihat Bi Lastri.
Setelah minum segelas air yang ada di meja belajarku, kuhampiri Bi Lastri dan kuelus pantatnya yang memang sedikit nungging karena merapikan baju yang kulepas diatas kasur tadi. Sedikit kusibakkan dasternya sehingga terlihatlah bongkahan pantat dan memek hitam kemerahannya yang memang sengaja tidak dipakaikan CD kalau aku dan si otong sedang berkeliaran dirumah.
Bi Lastri :“sssshhhhh… sshh.. aahh, masss… ssshh, bibi kangen… ahhhh.”, jawabnya sembari menikmati jariku dalam memeknya.
Dengan tenaga seadanya dan persiapan si otong yang minim, kumasukan si otong ke dalam liang senggamanya. Sleepppp… sleeppp… sleepppp…(agak susah+keset sih gan sebenernya)
“aaahhhh… biiii… ahhhhhh…”, kataku sambil menggoyang pinggul maju mundur dan meremas kedua buah dada bentuk pepaya gantung milik Bi Lastri.
Bi Lastri :“aahhh… mas… aahhh, iyaa mas… shhhh, teruss mas.. ad.. ii.. aahhh..”, sahutnya saat kuremas lalu kupilin pentil dari buah dadanya.
Tidak lama, rasa pegal di persendianku mulai kian terasa dan kami berganti posisi dengan gaya kesukaanku yaitu WOT. Bersamaan dengan goyangan lambat pembantu tuaku, kubuka dasternya hingga terlepas tapi tetap menggantung didaerah sekitar perutnya. Giliran si otong dengan tenangnya mendapat service dari memek hitam kemerahan milik Bi Lastri.
Sleepppp… sleppp.. sleeppppp.. plookkk… plokkk… genjotan dari Bi Lastri serta remasan kedua tanganku di buah dadanya yang menggantung membuat Bi Lastri semakin tidak terkontrol (teriakannya). Tanpa kami berdua sadari, pintu kamarku tidak terkunci dan sedikit terbuka. Dicelah itulah Bi Sri melihat kami sedang asyik bergumul dan bersetubuh.
Prosesi WOT sengaja kubiarkan agak lama, karena aku masih ingin menikmati tubuh pembantu tuaku ini. beberapa menit berlalu…
Bi Lastri :“aahhh… aahhhh.. aahh.. ahhhhhhh (dengan nada yang terus meninggi)… sshh.. mas.. aahh.. ahhhh… EHH SRIII!”, sahutnya kaget sewaktu menatap kearah pintu kamarku.
Bukannya berhenti dan menyudahi prosesi persetubuhan kami, dengan tempo yang melambat tapi pasti (naik turun) Bi Lastri tetap memompa si otong. Pun juga Bi Sri tidak beranjak dari tempatnya berdiri dan tetap menyaksikan adegan tidak senonoh yang tengah kami berdua lakukan dengan satu tangan menutup mulutnya dan tangan lainnya (seperti gerakan) mengelus memek dari luar dasternya seakan turut pula ikut dalam kenikmatan sesaat itu.
“aahhh… ahhhhh (suara beratku menyeruak), biii… aku mau.. aahh.. keluarr…”, kataku dengan tenaga seadanya dan tetap memacu si otong berLastrin di memek tua Bi Lastri.
Bi Lastri :“aaahh.. ahh.. a.. yoo.. ahh.. mas adi.. ahhh”, jawabnya sambil tetap melihat ke arah Bi Sri.
Kututup prosesi ini dengan menyuruh Bi Lastri berganti posisi dengan sedikit berjongkok dan bersandar di sebalah kasur tidurku, kedua tangan Bi Lastri memegang serta mengelus-elus kedua pangkal pahaku yang sedikit berbulu sedangkan diriku menyiapkan posisi paling nyaman (horny dan berdiri melebarkan kaki)
Untuk si otong mengeluarkan cairan gantengnya dengan cara tangan kiriku (sedikit) mencekik leher perempuan tua budak nafsuku ini dan tangan kananku mengocok si otong dengan cepat.
“aaahhhh… biiii, buka mulutmu… ahhhh…”, sahutku pada injury time (klimaks). creeetttt… crettt.. cretttt… crettt… suurr…!
Peluh air manikupun tercecer di sebagian muka yang mulai mengeriput itu dan menetes mengenai salah satu buah dada yang besar nan menantang menggantung milik Bi Lastri.
Sejenak kemudian, kupalingkan wajahku ke arah Bi Sri dengan tangan yang masih memegang si otong dan sedikit senyum simpul pada mukaku yang berkeringat setelah dibuat kalang kabut oleh memek tua budakku ini.
“Trus bagaimana ini bii…?”, tanyaku
Bi Lastri :“udaah mas, biarin aja…”, jawabnya cuek
“kok biarin bi..?!”, tanyaku penasaran
Bi Lastri: “iyaaa mas adi… biarin aja toh bibi sudah cerita sama si sri.,” jawabnya sembari mengecup kepala si otong yang (masih) agak berdenyut dan basah itu.
Setelah mendengar pernyataan dari Bi Lastri itu, memang membuatku sedikit berfikir (yaa kalo seks jangan terlalu dipikir gan, dinikmatin aja. Yang aku pikir bagaimana skema eksekusinya, hehe). Akupun hanya menghela nafas berlalu untuk menutup pintu kamar dan Bi Lastri segera menyiapkan tempat tidur untuk kami berdua.
Beberapa hari hampir seminggu setelah tertangkap tangannya prosesi persetubuhanku dengan Bi Lastri, kondisi dan situasi rumah aku akui memang (sedikit) ada perubahan namun perzinahanku dengan Bi Lastri tetap berlanjut di tengah malam. Akupun sadar, akan keberadaan Bi Sri yang kadang mengendap dan melihatku menggauli teman kerja yang lebih tua darinya itu.
Suatu pagi di hari liburku, aku duduk di ruang tamu menikmati rokok dan mencari-cari harga cctv dalam hp androidku (karena rumah sering aku tinggal pergi keluar kota) sembari menunggu budak seks ku (Bi Lastri) pulang dari belanja di pasar. Sambil lalu kulihat dan kuperhatikan Bi Sri sedang membereskan ruang tengah/tv yang memang bersebalahan dengan ruang tamu tempatku duduk.
Bi Sri :“den adi…?”, tanyanya seperti kebingungan
“ehhh… Bi Sri, iya kenapa bi..?”, tanyaku sambil melihatnya atas bawah (devil eyes… yess!)
Bi Sri :“anu den… bibi ini den…”, jawabnya dengan nada terbata
“hadeeee… kenapa toh Bi Sri? sudah lapar ya? sama aku juga Bi..”, jawabku cengengesan
Bi Sri: “mboten (tidak) den.. kalau boleh… itu… bibi pinjam uang den..?,” sahut tanyanya ragu
“haa… buat apa bi? bukannya kemarin sudah aku kasih gaji Bi Sri buat bulan ini?” jelasku
Bi Sri :“enjih, niku sampun den (iya, itu sudah den).”, jawabnya lirih
“laa terus bibi pinjam buat apa lagi?” balas tanyaku
Bi Sri :“niku den, kulo badhe ngirim arto maleh dateng keluarga teng ndeso dipundamel mbangun omah.” (itu den, saya mau ngirim uang lagi buat membetulkan rumah), katanya.
“aduuh Bi Sri, pake bahasa indonesia saja.. aku bingung kalau bibi ngomong gitu.”, jawabku
Bi Sri pun menjelaskan keinginannya dengan bahasa nasional Indonesia (well done, hehe)
Akhirnya untuk pertama kalinya, aku berbicara panjang kali lebar dengan Bi Sri, intinya sebenarnya dia sungkan untuk meminjam uang kepadaku disisi lain belum tentu dia mendapat pekerjaan lain seenak ini dengan keterbatasan kemampuan yang dia miliki.
Kupikir juga enak sih kerjanya gan, toh akupun sering keluar kota jadi rumah isinya perabotan, budak seks eh pembantu, beres-beres ala kadarnya, makan minum tidur gratis yess/kere hore mode on!
Sejenak kupikir mungkin aku bisa melancarkan niat bejatku ke Bi Sri ini dengan cara kupinjami uang (bunga 0% lah dan bayar nya dicicil) tapi dengan syarat mau kusetubuhi layaknya suami istri.
Penjelasan pun kuberikan kepadanya (ngalor ngidul sampai berbusa mulutku) tapi perbincangan kami tetap terarah dan tidak terlepas dari prosesi persetubuhan tadi, bak gayung bersambut Bi Sri mengiyakan dan menyetujui semua syarat yang aku minta.
Namun hp ku berbunyi…
“halo…”, angkatku
Fajar :“haaalooooo… mas broo…”, jawabnya
“iya jar, ada apa? tumben libur-libur telpon?”, tanyaku dengan nada datar
Fajar :“enggaaaa… ini aku sudah otw kerumahmu loo.”, jawabnya senang
“oyaa… jadi ini berarti nginap rumahku?”, balas tanyaku (waaatttdefaaaaaaakkk…), batinku
Fajar :“yo’i mas brooo… kepikiran pembokatmu terus ini…”, lanjutnya
(sudah kuduga anak ini…) “iyaa… oke deh.. aku tunggu, ehh… jar, titip sarapan dong… apa aja lah.. lapar perutku.” balasku, (japrem/jatah preman dulu dong, kampret), batinku
Fajar :“siyaappppp mas brooo… wait for me yaaa.”, jawabnya kecentilan.
Tidak berselang lama setelah kututup HP, Bi Lastri pun datang…
(Bagaimana ini…?), pikiranku berkecamuk…
Bersambung…