
PUSAT4D – CERITASEX
Di sore hari di depan rumah saya terdengar ramai oleh suara beberapa ibu-ibu yang baru pulang dari senam. Mereka ngobrol dengan mertua saya. Kedengarannya mereka mengajak mertua saya ikut senam.
Saya tidak tahu apakah mertua saya mau diajak ikut senam atau tidak. Saya tidak mengikuti percakapan mereka sampai selesai karena saya sibuk dengan beberapa pekerjaan saya. Sampai pada suatu hari mertua saya mengeluh kakinya sakit pada saya.
“Mami jadi ikut senam juga?” tanya saya pada mertua saya. “Iya, sebenarnya sih Mami nggak mau ikut, tapi Mami nggak enak nolaknya, nanti mereka bilang Mami sombong nggak mau bergaul,” jawab Mami, demikian saya memanggil mertua saya, mengikuti panggilan istri saya.
“Nggak apa-apa sih Mami ikut, senam itu kan sehat, Mi.” balas saya. “Tapi betis sama paha Mami jadi kencenggg…. rasanya.” kata ‘kencang’ sengaja dipanjangkan oleh mertua saya.
“Baru pertama kali suka begitu Mi, nanti kalau sudah sering akan jadi biasa. Coba Mami duduk, mana saya lihat.” kata saya.
Mertua saya lalu duduk di kursi, sedangkan saya berjongkok di depan tempat duduknya. Sewaktu saya pegang betisnya, tidak sengaja saya melihat ke dengkulnya. Ternyata pada mertua saya terbuka lebar. Saat itu ia memakai daster yang lumayan pendek, sehingga dari bukaan pahanya saya dapat melihat yang tidak pantas saya lihat, yaitu celana dalamnya.
Saya sangat menghormati mertua saya karena ia sangat sayang pada saya seperti ia sayang pada anak-anaknya. Saya jadi malu sendiri, tetapi namanya juga laki-laki, selalu tertarik pada yang indah-indah. Apalagi mertua saya belum tua banget, usianya baru 45 tahun. Wajahnya juga cantik manis, hidungnya mancung.
Saya intip celana dalamnya sambil saya pijit-pijit betisnya. Horny juga saya lama-lama bila saya terbayang ‘barang’ yang ada di balik celana dalamnya. “Aduhh.. sakit, Daffa!!” seru mertua saya tiba-tiba.
“Nanti saya urut aja deh kalau gitu,” kata saya. “Sekarang mana paha Mami, coba saya lihat. Dinaikkan saja dasternya.” suruh saya.
Tidak mungkin ia menolak saya. Selama ini mertua saya selalu percaya pada saya. Apa yang saya katakan pasti didengarnya. Ia menaikkan dasternya sekaligus sampai ke ujung pahanya. Melihat pahanya yang putih mulus dan masih kencang, iman saya makin ‘hancur’.
Apalagi dengan demikian celana dalamnya terlihat semakin jelas. Kalau saya tega, bisa-bisa saya perkosa mertua saya karena saking napsunya saya. Tapi tidak!
Saya tekan-tekan pahanya dengan jari tangan saya yang dirapatkan. “Ihh.. ngilu…” katanya dengan wajah meringis.
“Ayo deh Mi saya urut saja. Urutnya di mana?”
“Di kamar saja!” jawabnya.
Mertua saya jalan duluan ke kamar, sementara saya pergi ke kamar saya mengambil minyak urut yang biasa saya pakai untuk mengurut tubuh istri saya. Istri senang diurut oleh saya. Kalau habis diurut, ia bercinta lebih hot. Apalagi kalau saya urut vaginanya dan anusnya.
Saya tidak urut vagina dan anus istri saya hanya di luarnya saja, tetapi saya urut sampai ke dalam. kumasukkan jari saya ke vagina dan ke anus istri saya. Saya kuras kedua lubang itu sampai ia terkencing-kencing dan pub di tempat tidur.
Istri saya tampak lebih bersemangat dan lebih bergairah. Bongkahan pantatnya juga kelihatan lebih menyilaukan mata laki-laki kalau ia memakai celana ketat sampai-sampai suatu kali bosnya ketemu saya, bosnya bertanya pada saya, “Dikasih makan apa Bro bini lo? Makin hari makin kinclong aja..”
He.. he.. makanya kami tidak mau buru-buru punya anak. Kami masih ingin menikmati permainan seks tanpa diganggu oleh anak.
Saya membawa masuk minyak urut ke kamar mertua saya. Saya meminta ia berbaring tengkurap, lalu saya urut betisnya lebih dulu. “Biasanya kalau kaki dipijit sakit, badan Mami ada masalah.” kata saya memancing.
“Jadi, Mami nggak boleh ikut senam lagi dong?”
“Boleh, sambil masalahnya dibereskan dulu, Mi.”
“Menurut kamu, apa sih kira-kira masalah Mami?”
“Kan yang merasakan Mami sendiri? Menurut Mami bagaimana? Apa menstruasi masih lancar, menurut saya disitu sih kebanyakan masalah wanita.”
“Mami sepertinya sudah mau menopause, keluarnya sedikit sekarang dan nggak teratur..”
“Nah ini..” jawab saya biar mertua saya sedikit panik. “Nanti saya lihat! Sekarang saya urut paha Mami dulu, ayo… naikkan dasternya lagi, Mi.” suruh saya.
Tangan mertua saya lalu ke belakang menarik dasternya ke atas sampai pantatnya menyembul kelihatan. Saya segera naik ke atas tempat tidur membuka lebar kakinya, lalu saya berlutut di antara kedua kakinya mengurut kedua pahanya sekaligus dengan kedua telapak tangan saya.
Saya sengaja menghadapkan ibu jari saya ke bagian dalam paha mertua saya, dan ketika saya mengurut sampai ke atas pahanya, ibu jari saya sengaja saya tekan-tekan ke belahan pantatnya, sementara di bawah sana saya membayangkan ‘benda’ yang berada di balik celana dalamnya yang menggelembung padat itu.
Sekitar 15 menit saya mengurut paha mertua saya. “Balik, Mi.” suruh saya kemudian.
Setelah mertua saya terlentang dan masih dengan daster yang dinaikkan ke atas, kini saya bisa menyaksikan gumpalan daging di selangkangannya yang masih terselubung celana dalam.
Saya pura-pura menekan bagian bawah perutnya, tetapi gairah saya benar-benar bergelora hebat membayangkan vaginanya yang terselubung celana dalam itu. “Celana dalam Mami dibuka saja!” suruh saya.
“Ngggg… malu dong!” rajuknya.
“Yaudah, Mami periksa ke dokter aja..” saya menakutinya, soalnya ia paling takut kalau ke dokter.
“Mmm… tapi.. tapi kamu jangan cerita apa-apa sama Winda, ya?”
“Iya, dijamin!” jawab saya menyakinkannya.
Mertua saya pun melepaskan celana dalamnya. Saya pura-pura membersihkan tangan saya yang berminyak dengan tisu supaya ia tidak terlalu malu. Setelah ia berbaring kembali di tempat tidur, saya tidak mau segan-segan dan ragu-ragu lagi menaikkan dasternya. “Mmmm…” gumamnya malu dan mengambil bantal kepala menutupi wajahnya.
Dengan demikian membuat saya lebih gampang bekerja dan melihat kemaluannya dengan lebih jelas. Bulu-bulu hitam keriting ikal tumbuh hanya sejumput di bagian atas belahan vaginanya yang berwarna coklat tua.
Saya membuka lebar pahanya. Vaginanya tampak terbentang di depan mata saya sekarang. Bentuknya sudah keriput dan belahan vaginanya tertutup rapat oleh bibir vaginanya.
“Mami masih sering berhubungan seks dengan Papi nggak?” tanya saya.
“Nggak sih…”
“Lah, kok nggak sih? Kenapa dianggurin, Mi?”
“Papimu sudah bosen kali?”
“Mami yang ngajak dong.. jangan dianggurin gitu, Mi… masih bagus kok dianggurin, sayang lho Mi. Nanti Mami menyesal kalau sudah tua.” kata saya.
Dengan kedua jari, saya membuka lebar kedua lembar bibir vaginanya. “Aihhh… haa.. haaa.. hii.. hiii… iigghhh… aawhhh… hii.. hiiii.. aaaaw…” mertua saya bergumam dan menggeliat-geliat mungkin malu dan geli, karena vaginanya dipegang oleh saya.
“Saya urut ya, Mi..”
Tanpa perlu ia menjawab, saya tuang minyak urut ke tangan saya, dan dengan 2 jari yang terbuka, saya urut pelan-pelan bagian tepi vaginanya. “Hii.. hiii.. haahh… haahhh… oowhhh..”
“Jangan bergerak-gerak Mi..”
“Hiihh.. hiiiihhh.. geliii…”
“Itu tandanya vagina Mami masih ada reaksinya Mi, makanya dipakai, jangan dianggurin…” dengan jari telunjuk saya gosok-gosok kelentitnya dari atas ke bawah dari bawah ke atas secara berulang-ulang.
“Aagggh… aaakkkhh… ooogghh… aaaggghh… Mami gak tahannnnn… sudah.. sudahhh.. sudaaahh..!” seru mertua saya.
Saya bukan melepaskannya, tapi semakin menjadi-jadi. Saya dorong masuk jari telunjuk saya menembus lubang vaginanya. “Sebentar lagi Mi, tahan…” suruh saya.
Lubang vagina mertua saya yang basah itu saya tusuk-tusuk dengan jari, G-spotnya saya tekan-tekan, rahimnya juga saya dorong-dorong dengan ujung jari saya. “Ooooo….. Mami mau kencinggg… Mami mau kencingg.. ooo.. oohhhh…” jeritnya dengan napas terengah-engah.
“Iya Mi… ya Mi..” jawab saya dengan cepat saya keluarkan jari saya dari vaginanya, saya tarik keset di depan pintu kamar, lalu saya mendudukkannya di tepi kasur sambil saya topang punggungnya.
Currrrsss….. mertua saya kecing. Air kencingnya yang berwarna kekuning-kuningan itu memancar keluar dari lubang kencingnya dengan deras ke keset yang saya letakkan di dekat ranjang. “Oo… ooo… oooowh..” desahnya dengan napas masih terengah-engah.
“Sudah lega ya, Mi?” tanya saya kasihan padanya tetapi sekaligus saya horny melihatnya, namun saya belum mau menyetubuhinya. Sabar, masih ada lain waktu!
Ia bersandar lemas di bahu saya.
*****
Malamnya saat kami duduk berempat ngobrol sambil nonton televisi, mertua saya tampak malu-malu dengan saya, ia tidak berani memandang saya. Tapi kemudian Papi minta dibuatkan teh hangat. Mertua saya segera beranjak dari tempat duduknya pergi ke dapur.
Ctek… ctekk… ctek.. terdengar mertua saya menyalakan kompor. “Daffa…” teriaknya dari dapur.
Saya segera pergi ke dapur. “Kompor nggak bisa nyala ya, Mi?” tanya saya.
“Ya… tolong diperiksa, tadi Mami pakai buat panasin sayur masih bisa nyala,” katanya.
Saya putar tombol kompor lagi, tidak nyala juga kompornya. Kenapa ya? Setelah saya pikir-pikir, kemudian saya goyang-goyang selangnya. Setelah itu saya putar lagi tombolnya.
Nyala!
Mertua saya terbengong-bengong memandang saya. Barangkali ia heran. Setengah mati tadi ia memutar tombol kompor, tetapi dengan gampang kompornya saya nyalakan. Saya memeluk mertua saya. “Mami masak air dulu.” ujarnya.
Saya melepaskan mertua saya untuk masak air. Setelah ia menaruh teko di atas kompor, saya memeluknya lagi. Ia memandang ke arah pintu yang menuju ke ruang tengah, takut kalau tiba-tiba suaminya atau Winda masuk ke dapur, lalu ia berkata pelan-pelan pada saya, “Besok pijit Mami lagi, ya?”
“Tadi enak ya, Mi?”
“Sampai terkencing-kencing, enak apa?”
Saya mencium bibirnya. Mertua saya membalas ciuman saya. Saya meremas payudaranya. “Jangan diremas-remas, ahh..” katanya melepaskan bibirnya dari bibir saya.
“Menggemaskan sih…”
“Menggemaskan apa, tetek kecil gitu…”
Saya menaikkan kaosnya. “Tuh.. Papi kamu…” mertua saya mau menakuti saya, tetapi saya tidak bisa ditakuti. Soalnya saya sudah terlanjur napsu padanya sejak tadi, jadi saya tidak segan lagi dengannya.
Setelah saya menaikkan kaosnya dan payudaranya yang telanjang sudah berada di depan saya, saya langsung menunduk menghisap puting susunya. Puting susu mertua saya kecil dan payudaranya juga kecil. “Aahhh… Daffa… Tomm.. Daffa… Daffa… aagghh… ooogghh… aahhh… ooo… arrgghhh…”
“Igghhh…” ia mencubit pinggang saya setelah saya melepaskan putingnya yang saya hisap. “Genit kamu! Berani kurang ajar sama mertua.”
Hee… hee… saya hanya tertawa santuy.
Air di teko sudah mendidih, saya melepaskan mertua saya pergi membuat teh untuk suaminya. Pada saat saya mau tidur, saya tidak bisa tidur. Tengah malam Winda bangun mengajak saya bermain seks. Akhirnya saya kecapean dan ngantuk karena 3 kali saya mengeluarkan air mani.
Kasihan Winda, ia tidak tahu saya bersetubuh dengannya sembari saya membayangkan Maminya.
Pada sore harinya saya pulang kerja duluan. Setiba di rumah, rumah kosong. Selesai mandi, saya baru duduk di kursi sebentar memegang remote hendak membuka televisi, mertua saya pulang senam. “Kaki Mami masih sakit nggak, Mi?” tanya saya sambil melihat ia melepaskan sepatu.
“Sudah nggak sih, tapi capek hari ini senamnya!” jawabnya duduk di samping saya bertelanjang kaki.
Buah dadanya yang terbungkus kaos ketat berwarna putih tampak berdiri tegak membusung karena ditopang oleh BH-nya yang keras. Pahanya juga tampak seksi dibalut oleh celana legging ketat berwarna biru sampai di atas lutut. Saya pijit-pijit pundaknya.
“Ahh… enak,” gumamnya.
“Mami lepaskan pakaiannya dong, saya urut.” balas saya.
“Mami belum mandi masih bau keringat. Nanti aja selesai mandi.”
“Masa sih bau?” jawab saya menunduk mencium buah dadanya. “Hmmm… jangan dibuka ya, semalam kamu hisap sampai gelinya setengah mati!” katanya.
“Ini?” saya menelungkupkan telapak tangan saya di bongkahan selangkangannya.
“Jangan, bau! Makanya Mami mau buru-buru mandi.” jawabnya.
Karena bongkahan selangkangannya sudah boleh saya pegang, lalu saya menunduk mencium selangkangan mertua saya. Memang baunya amis. Tetapi bau amis seperti ini tidak hanya terdapat pada vagina mertua saya, melainkan vagina istri saya juga sering berbau amis. Apalagi kalau ia kerja kecapean, vaginanya bukan berbau amis lagi, tapi berbau busuk dan lendirnya kental berwarna kuning seperti ingus dan lengket.
“Malu ah Mami!” kata mertua saya. “Sudah, Mami mau mandi. Kalau sudah bersih, kamu boleh cium saja sepuas kamu.”
Ia bangun dari kursi, saya pelorotkan celana legging yang dipakainya. “Mmmm… kamu, sudah Mami bilang bau, masih nekat juga!” ia duduk lagi di kursi. Sambil duduk kemudian ia melepaskan celana leggingnya yang sudah saya pelorotkan sampai di pertengahan pahanya, lalu celana dalamnya juga dilepaskan. “Nih…” katanya membuka lebar pahanya yang sudah telanjang itu untuk saya.
Saya segera melepaskan celana pendek saya. Dengan berdiri, saya memeluk mertua saya yang sedang duduk di kursi. Mertua saya mengambil penis saya yang tegang, lalu dikocoknya. Kami sudah tidak ada bedanya lagi dengan pasangan yang sudah menikah. Bibir kami saling melumat dengan penuh gairah, sementara di bawah sana tangan mertua saya mengocok-ngocok penis saya, sedangkan jari saya mengocok-ngocok lubang vaginanya yang basah.
Tidak lama kemudian saya dan mertua saya pun bergumul di kursi dengan tubuh yang sudah telanjang bulat. Ia menghisap penis saya, saya menjilat vaginanya. Saya benar-benar menikmati vagina mertua saya. Tidak ada 1 senti pun yang saya abaikan. Gairah kami tidak tertahankan, bergelora dan terbakar hebat.
Dengan tidak sabar lagi, saya merubah posisi saya dan dengan segera saya menusuk lubang vagina mertua saya dengan penis saya. Blessss… amblas semua penis saya yang panjangnya sekitar 16 sentimeter itu ke dalam vagina mertua saya yang hangat dan basah. Karena penis saya besar dan panjang, sehingga terasa nikmat sekali berada di dalam vagina mertua saya.
Mertua saya meliuk-liukkan pantatnya dengan rakus. Goyangannya sungguh mantap dan nikmat saya rasakan, sementara itu penis saya menyodok-nyodok dengan kuat ke lubang vaginanya. Sore itu menjadi sore yang penuh dengan kenikmatan antara saya dan mertua saya. Sampai beberapa kali saya menggelontorkan air mani saya di vaginanya.
Setelah selesai mandi ia berkata pada saya, “Vagina Mami robek kali, Tom. Tadi sewaktu Mami cuci pakai sabun, rasanya perih banget!”
Bisa jadi robek vagina mertua saya, karena tadi saya genjot dengan kuat vaginanya. Tapi mertua saya tidak kapok-kapoknya bercinta dengan saya. Sudah 2 kali ia ke dokter mengobati vaginanya yang lecet.
Ia juga jadi rajin senam sekarang sehingga tubuhnya bertambah seksi dan otot-otot di vaginanya juga lebih liat, sehingga jadi terasa semakin nikmat kalau ia bermain seks dengan saya. Seminggu 2 kali pasti kami lakukan. Kami sengaja membatasi diri.
Mertua saya juga tidak menunjukkan tingkah laku yang aneh di depan suaminya, atau di depan anak-anaknya, sehingga hubungan sumbang kami benar-benar terselubung dan tersembunyi.
*****
Pada suatu sore pulang senam, mertua saya membawa seorang teman senamnya ke rumah. Mertua saya memperkenalkan Bu Purnomo, atau Bu Pur atau Bu Ratih pada saya.
Mertuaku menyuruh saya mengurut kaki Bu Pur, karena di sekitar mata kaki Bu Pur bengkak. Mertua aku cerita pada saya bahwa tadi waktu selesai senam Bu Pur jatuh kesenggol oleh anak-anak yang berlarian di tempat senam.
Sayapun jadi serba salah. Maunya saya tidak mengurut kaki wanita yang memakai kerudung menutupi kepalanya ini, karena saya bukan tukang urut. Jika ia minta saya mengurut karena masalah seks, saya akan layani. Tapi mertua saya sudah mengeluarkan kain dari kamar.
“Urut di kamar saja, Bu.” suruh mertua saya memberikan kain pada Bu Pur yang kelihatan umurnya lebih tua dari mertua saya. Perutnya besar, pantatnya kecil kerempeng dan payudaranya juga sudah turun menggantung, tapi lumayan besar payudara Bu Pur.
Bu Pur masuk ke kamar mertua saya diantar oleh mertua saya. “Mami, saya kan nggak bisa ngurut kaki yang keseleo,” kata saya pada mertua saya di dapur sewaktu ia mengambil minuman untuk Bu Pur.
“Sudahlah, dibantu saja. Mau baik apa nggak urusannya nanti. Mami kasihan sama Bu Pur, anaknya banyak.” jawab mertua saya iba.
Terpaksa saya membawa minyak urut masuk ke kamar mertua saya. Oh… Bu Pur sedang melepaskan celana trainingnya. Saya pura-pura sibuk menyingkirkan batal-bantal ke samping tempat tidur, kecuali satu bantal kepala yang saya sisakan untuk Bu Pur nanti berbaring.
Tempat tidur ini sudah sering dipakai oleh mertua saya ketika bercinta dengan saya. Tapi Papi seperti disihir oleh istrinya. Sehabis bercinta dengan Mami, kadang-kadang air mani saya belepotan di kasur. Masa sih Papi tidur di situ nggak tercium bau air mani basi?
“Baring saja Bu Pur.” suruh saya sengaja setelah Bu Pur melepaskan celana trainingnya.
Bu Pur menurut saja. Ia berbaring, saya menutup bagian bawah tubuhnya dengan kain. Tetapi saya sempat melihat celana dalam yang dipakai Bu Pur. Celana dalamnya sudah kumal dan tipis karena sering dicuci, karet elastisnya juga sudah kendor. Tak lama kemudian mertua saya masuk ke kamar membawa minuman untuk Bu Pur.
Setelah mertua saya keluar dari kamar, saya mulai mengurut kaki Bu Pur. Saya mengurut mulai dari punggung kakinya, tetapi saya melihat tumit kaki Bu Pur sudah retak-retak dan kuku kakinya juga banyak yang gundul. Sebenarnya Bu Pur cantik. Mungkin ia tidak punya biaya untuk mempercantik tubuhnya seperti mertua saya yang bisa pergi ke salon 2 minggu sekali.
“Bu, Ibu punya berapa anak?” tanya saya.
“7, Dik Daffa.”
“Wahh…” seru saya kaget. “Lahir normal semua ya, Bu?”
“Iya… anak saya belum ada yang menikah, yang paling besar baru berumur 22 tahun.” jelas Bu Pur.
“Bagaimana tuh rasanya melahirkan 7 anak, Bu?” tanya saya sambil mengurut kaki Bu Pur.
“Iya capek, Dik Daffa! Hanya enak bikinnya saja.” Jawabnya membuat saya ingin tertawa. “Duhhh… sakitttt… ahhh….” keluh Bu Pur kemudian sewaktu mata kakinya saya urut.
“Ibu tahan sebentar sakitnya Bu, biar saya bereskan urat-uratnya yang terkilir, mudah-mudahan besok sudah gak sakit lagi.” kata saya. “Kalau gitu Ibu tengkurap saja.”
Saya memberikan kesempatan pada Bu Pur untuk tengkurap. Setelah tengkurap Bu Pur tidak membetulkan kainnya sehingga saya bisa melihat bentuk pantatnya dan ohh… celana dalamnya berlubang.
Heran, menurut saya tidak hanya Bu Pur yang memakai celana dalam berlubang karena sambungan benangnya lepas, tetapi banyak wanita yang memakai celana dalam yang sudah rusak seperti Bu Pur namun tetap dipakai, supaya kelihatan oleh suami lebih seksi kali, ya? Hee.. hee..
Saya lanjut mengurut betis Bu Pur. “Apa mau diurut semuanya sekalian, Bu?” tanya saya.
“Ngerepotin Dik Daffa, nggak?”
“Nggaklah Bu, masa ngerepotin sih? Malah saya senang. Tanggung kan Bu kalau hanya ngurut kaki saja? Apalagi Ibu habis senam, ngurut semuanya biar pulang ke rumah Bapak senang melihat Ibu segar.” pancing saya.
“Suami saya nggak ada di rumah, Dik Daffa. Ia kerja dengan saudaranya di luar kota.”
“O.. iya? Tapi Ibu mau kan diurut semuanya?”
“Boleh deh, Dik Daffa.” jawab Bu Pur.
“Buka saja kaos Ibu biar punggung Ibu bisa saya urut.” balas saya.
Bu Pur bangun dari tengkurapnya melepaskan kerudungnya, baru kemudian membuka kaos yang dipakainya. Ia memakai BH berwarna coklat yang talinya sudah melilit di pundaknya. Sampai disini saya harus hati-hati tidak boleh terkesan jorok dengan Bu Pur dan nanti kalau ia mau bersetubuh dengan saya, itu urusan lain, kata saya dalam hati.
Kemudian saya melepaskan pengait BH Bu Pur supaya tangan saya tidak terganggu ketika saya mengurut punggungnya, lalu mulai mengurut punggung Bu Pur yang telanjang. Tentu saja sambil saya membayangkan payudara Bu Pur yang tertindih kasur dan vaginanya yang pernah melahirkan 7 anak itu. Bagaimana kira-kira rasa vaginanya, masih mencengkeram ataukah sudah loss control?
“Sering diurut, Bu?”
“Nggak Dik Daffa, anak gitu banyak, biaya ngurut satu kali bisa buat uang jajan anak-anak.” jawabnya.
“Iya sih Bu, anak yang kecil umurnya berapa, Bu?”
“Baru 7 tahun, saya umur 45 tahun masih melahirkan, Dik Daffa!”
“Wahh… Ibu wanita yang hebat! Sekarang umur Bu Pur berapa?”
“52…”
Saya sudah sampai mengurut pinggang Bu Pur dan celana dalamnya sengaja saya dorong-dorong. “Mau diurut sampai ke bawah ya, Dik Daffa.” tanya Bu Pur.
“Iya, celana Ibu dilepaskan saja, boleh? Telanjang lebih enak ngurutnya, Bu.” kata saya semakin berani dengan Bu Pur.
Bu Pur mau melepaskan celana dalamnya. Akhirnya ia tengkurap telanjang bulat di depan saya. Nggak disangka, ya?
Saya mengurut pantatnya dari arah pinggang menuju ke bawah. Sesampai di belahan pantatnya, sengaja anusnya saya urut juga. Sedangkan belahan vaginanya di bawah sana saya lihat tertutup rapat oleh lembaran bibir vaginanya yang terjulur keluar.
Karena tanpa penolakan oleh Bu Pur ketika saya mengurut anusnya, lalu saya mengurut tulang ekornya menuju ke bawah. Setiba di depan anusnya, saya coba colok sedikit dengan jari. Lama-lama jari telunjuk saya pun masuk ke dalam lubang dubur Bu Pur. “Ooohhhgg… Dik Daffa… setubuhi saya saja, Dik Daffa…” minta Bu Pur.
“Ibu mau bersetubuh dengan saya?” tanya saya.
“Iyaaa…” jawabnya dengan suara berat.
Saya melepaskan celana pendek saya dan kaos saya, lalu menindih Bu Pur yang sudah membalik terlentang di tempat tidur. Lalu saya memasukkan puting payudaranya yang hitam besar ke dalam mulut saya dan saya hisap, sedangkan sebelah payudaranya lagi saya remas-remas. Payudara Bu Pur sudah kendor.
Sementara itu di bawah sana Bu Pur menggosok-gosok penis saya ke belahan ‘tempik’nya. “Tempik Ibu mau saya jilat, nggak?” tanya saya.
“Enggak ah, enakan dimasukin.” jawabnya manja, lalu ia menekan batang penis saya ke lubang ‘tempik’nya. Saya ikut membantu dengan mendorong pantat saya ke depan, blesss…
Masuk semua penis saya yang panjang dan besar itu ke dalam ‘tempik’ Bu Purnomo. “Enak kontolnya, Dik Daffa.” kata Bu Pur.
“Tempik Ibu yang sudah melahirkan 7 anak ini juga masih nikmat,” balas saya.
Saya mulai memompa ‘tempik’ Bu Pur maju-mundur keluar-masuk, sementara itu Bu Pur menggoyang-goyangkan pantatnya mengimbangi pompaan penis saya sambil berciuman bibir dengan saya. Setelah beberapa saat kami saling melampiaskan napsu kami di tempat tidur, Bu Pur mengencangkan otot ‘tempik’nya, penis saya seperti dijepit kuat sekali oleh dinding tempik Bu Pur.
Saya tidak tahan lagi, saya pun mengejang hebat sambil saya mendorong masuk penis saya sampai ke ujung lubang ‘tempik’ Bu Pur, dan di sana air mani saya meledak di rahim Bu Pur. Setelah itu, saya ngeri juga kalau Bu Pur sampai cerita pada tetangga-tetangganya.
Maka itu kadang-kadang saya suka datang ke rumah Bu Pur ngajak Bu Pur dan anak-anaknya jalan-jalan dan makan di mall. Atau kadang saya pergi berdua dengan Bu Pur. Kami pulang bawa makanan. Sementara anak-anaknya makan, Bu Pur dan saya bermain seks di kamar.
BERSAMBUNG…