ku benci badan indah ku walaupun banyak yang menggemari

PUSAT4D, – Saya merupakan wanita desa, dididik dalam suatu keluarga simpel yang menjunjung kehormatan. Tetapi, tidak seketat itu, ayahku senantiasa memberiku kebebasan berteman dengan siapapun sebab ayahku yakin kalau saya dapat melindungi diriku, saya apalagi mempunyai seseorang pacar yang lumayan dekat dengan orangtuaku walaupun baru sebagian pekan bersamaku, ya walaupun tidak ganteng- ganteng amat, tetapi ia baik serta penafsiran padaku, seperti itu pendapatku menimpa dirinya hingga kesimpulannya saya menyesal serta terbaring lemas di samping makam seseorang anak yang sudah wafat.

Lebih dahulu, saya mau memperkenalkan diri, tetapi rasanya metode yang biasa sangat mencolok untukku timbul dalam cerita kecil ini selaku bukti diri asliku, kamu dapat memanggilku dengan nama Airin, pastinya itu bukan nama asliku, saya cuma mau supaya namaku senantiasa rahasia serta senantiasa rahasia sebagaimana saya tidak mau menguak diri ini pada kamu, apalagi akupun tidak mau cerita ini disebar, cuma saja… bisa jadi sedikit kisahku dapat membuka jendela untuk kamu para perempuan yang bisa jadi masih polos serta lugu, percayalah, kepolosan kamu dapat jadi boomerang untuk diri kamu sendiri. Baiklah, saya mulai….

————

Semacam yang kukatakan lebih dahulu, namaku Airin, Airina Laras Ayuni, bila kamu mau mengenali nama asliku, pecahkan saja misteri yang saya bagikan lewat namaku. Orang bilang wajahku menawan serta tubuhku sangat indah, tetapi saya tidak sangat memuja keelokan tubuhku, ini cuma sedangkan. Tidak tidak sering, saya kerap menerima pesan dari orang tanpa nama di laci meja kelasku. Ah lupakan itu, kita tidak lagi mangulas kehidupanku dikejar lelaki, di mari saya cuma mau sedikit menceritakan Mengenai kehidupanku yang bisa jadi saja tidak bermanfaat untuk kamu, buat apa pula mendengar suatu cerita dari orang tanpa nama yang apalagi identitasnya tidak dikenal, benar bukan? Tetapi bagiku, ini merupakan suatu anugerah yang kusia- siakan, kuharap kamu tidak melaksanakan kesalahan yang sama semacam halnya diriku. Mudah- mudahan saja….

Apakah saya bodoh? Bisa jadi saja begitu. Terbius dalam lautan indah yang memerah, begitu bodohnya saya tersipu bius yang ia bagikan padaku, benih kecil yang tertanam, berkembang, melahirkan bunga baru yang saat ini sudah tiada. Ya… bungaku sudah tiada, tolong jangan ungkit lagi soal itu, saya sakit.

Bila kamu berpikir saya membunuhnya, kamu salah besar, gimana saya dapat menewaskan bungaku yang kurawat dengan kasih sayangku? Bisa jadi memanglah bukan takdirku buat membesarkan bunga indah itu. Oh Tuhan… maafkan hambamu ini, saya mohon….

————

Hari pekan, dekat 13 bulan yang kemudian,, saya kurang ingat bertepatan pada tepatnya, tapi kuyakin itu merupakan hari pekan. Saya lagi duduk girang di depan rumahku. Menunggu seorang yang berarti bagiku. Bukan! Saya tidak menunggu bapak ataupun ibuku, saya lagi menunggu ia, ya! Ia…. ikuti saja ceritaku.

Ponselku berdering, suatu ciri pesan masuk.

” Yank, kmu terdapat dmana?” Di situ tertulis pengirim pesan, Arya( bukan nama sesungguhnya), ia merupakan orang yang saya tunggu.

” Saya angkatan darat(AD) didpan rmah,” balasku cepat- cepat mengetikkan tombol demi tombol pada layar ponselku.

” Meluncur!”

Sehabis itu pula atmosfer terasa senyap, tidak terdapat lagi suara ponsel berdering, cuma suara jangkrik yang menggema di senja hari. Dikala itu memanglah awan jingga masih mendominasi langit jadi dapat kubilang dikala itu masih senja.

————

Dekat 20 menit menunggu, kesimpulannya ia tiba, bawa motornya, Hongga Mbeat( khawatir dikira promosi, jadi kubuat saja semacam itu), ia tersenyum melihatku, senyumannya dikala itu memanglah dapat meluluhkan hatiku.

Entah mengapa saya dapat terpikat padanya, ia tidak sangat tampan, tidak pula sangat kaya, cuma saja, dikala ia menembakku hari itu, dengan cincin itu yang ia bagikan padaku, saya langsung tersentuh serta jatuh hati padanya, saya sangat amat tersentuh. Jadilah kami berpacaran, hingga dikala ini….

Ia meminta izin kepada ayahku, pula kepada ibuku buat berangkat ke Karnaval—di mari biasa diucap Pasar Malam—yang terdapat di kecamatan orang sebelah. Bapak serta bunda mengizinkan sebab kami berangkat tidak cuma berdua, tetapi pula banyak temannya yang turut dan, tidak kusadari memanglah, begitu bodohnya saya, bodoh! Saya betul- betul tidak dapat melupakan peristiwa malam itu.

————

Karnaval memanglah sangat ramai, saya memegang erat tangannya, ia balik meremas tanganku erat,” pegangan, supaya tidak ilang,” ucapnya padaku. Saya cuma bagi, saya baru kali ini berangkat ke Karnaval cuma berdua bersama pacar ataupun apalah namanya. Umumnya saya berangkat bersama bapak serta ibuku, rasanya kali ini juga berbeda, hangat… tangannya hangat, tidak semacam tangan ayahku.

Kami bermain bianglala, tembak- tembakan, kapal- kapalan, trampolin, serta tipe game yang lain. Kami sangat berhura- hura malam itu, apalagi hingga kami kurang ingat waktu.

Es krim, gula kapas, pop corn, seluruhnya ia belikan untukku,” jadi ini rasanya memiliki pacar?” Ucapku dalam hati.

Jam analog yang menempel pada tangan kananku menampilkan jam 10 malam, saya mau sekali mengingatkannya, tetapi rasanya ia lagi berhura- hura. Mukanya sangat terang serta bergelora malam itu. Saya tidak ketahui, saya tidak sadar jika ia lagi merancang suatu. Sangat bodoh diriku, bodoh!

————

Kesimpulannya, jam 11 malam, ia menyadari kalau ini sangat larut untukku. Ia mengajakku kembali, di tempat parkir nyatanya sahabatnya telah menunggu kami berdua.

” Woi lama banget, Lu kemana aja?” Ucap salah seseorang temannya.

” Ok bro, maaf, tadi terdapat permasalahan dikit,” jawab Arya.

” Cepetan, ayok kembali, ntar saya dimarahin ibuku,” bisikku pada kuping Arya,” Ayok!”

” Iya, iya.”

Motor juga dihidupkan, kami seluruh berangkat buat kembali.

————

Keanehan juga mulai terjalin serta bodohnya saya baru menyadarinya, Arya serta sahabatnya mengambil jalur terpisah, kumaklumi sebab saya kira memanglah rumah mereka berbeda arah, yang mana kebodohanku satu itu membuatku amat- sangat muak pada diriku sendiri.

Jalur sangat hitam malam itu, langit mendung, bintang tidak terdapat, cuma terdapat bulan yang tertutup gelapnya awan. Jalur ini terasa tidak berujung, rasa- rasanya ini bukan jalur di mana kami mengawali ekspedisi. Tetapi, saya betul- betul membenci otak polosku dikala itu, sangat saya benci, benci!

Jalanan ini, terus menjadi lama terus menjadi berbatu, saya bertanya pada Arya apakah ini memanglah jalur yang benar. Ia cuma menanggapi” Iya” tanpa terdapat bonus lain.

Lumayan lama, kesimpulannya kami hingga di suatu gedung tua, di depannya cuma terdapat lampu kecil yang menyala cerah. Belum berakhir saya turun, Arya, dengan seluruh kebejatannya mulai mengikis badanku. Tindakannya dikala itu sangat betul- betul tercela. Saya bodoh!

Ia menarikku turun, tubuhku yang mungil sama sekali bukan tandingannya yang bertubuh perkasa ala lelaki pada biasanya.

” Kalian menawan, tau tidak sih… sayang kalo dibuang,” perkataannya membuat air mataku turun deras,” jangan menangis, Airin, kalian jadi kian menawan, saya jadi nafsu.”

Tubuhku ditarik ke dalam gedung itu serta ditindihnya tubuhku olehnya dikala ia menjatuhkanku di tanah. Tidak dapat bergerak, tanganku mengeras, tubuhku sama sekali tidak dapat kugerakkan. Kamu hendak ketahui rasanya respon badan mengeras dikala kamu lagi terletak pada teror yang menakutkan, sangat kamu hendak merasakannya. Jika tidak salah, sempat seseorang psikolog mengatakan padaku kalau itu merupakan indikasi dari Tonic Immobility, di mana badan mengeras dikala terjalin trauma ataupun panik yang memuncak.

Dalam membekunya tubuhku, saya tidak dapat apa- apa, apalagi cuma buat menggerakkan jemarikupun saya tidak sanggup. Dikala tangan hina itu membuka sebagian milikku, serta yang terjalin berikutnya tidak butuh saya ceritakan, kamu bisa jadi dapat membayangkannya sendiri, suatu permasalahan pemaksaan, ataupun bisa jadi pemerkosaan? Itu hak kamu buat memikirkan serta membayangkannya. Saya? Saya apalagi mau menghunuskan tubuhku dengan pisau dapur dikala saya mengingat peristiwa malam itu.

Lumayan lama, kesimpulannya ia menyudahi, badannya terbaring lemas serta menindihku, sebaliknya saya? Segala tubuhku sakit, saya merasakan rasa sakit pada bagian dasar perutku, saya apalagi tidak dapat membuka mata cuma buat sebagian dikala, cuma air mataku yang keluar dari sudut mataku lumayan deras.

Tidak berapa lama, ia terbangun, melihatku yang lagi dalam kondisi telanjang, ia apalagi melaksanakannya sekali lagi, sangat, saya mau menewaskan diriku dikala itu, berdoa kepada Tuhan supaya mencabut nyawaku serta berharap siksaan demi siksaan ini berakhir.

Kedua kalinya ia mencicipi tubuhku, perutku terus menjadi sakit, saya tidak ketahui apa yang menembus perutku, saya cuma merasaka sakit, sakit, serta sakit dikala barang itu merambah bagian tubuhku.

Hingga kesimpulannya ia terjatuh disampingku buat kedua kalinya.

” Terimakasih, Airin,” bisik bajingan itu di kuping kiriku.

Saya mau sekali membunuhnya, mau sekali. Tetapi, tubuhku sama sekali tidak dapat kugerakkan, tubuhku mengeras semacam yang kubilang lebih dahulu.

————

Pagi hari tiba, saya masih tergeletak di lantai gedung kosong itu. Ia? Ia lebih dahulu terbangun serta memandang tubuhku yang masih kedinginan serta telanjang.

Mengerti kah kamu…? Bajingan itu sekali lagi mengulangi perbuatan hinanya. Ya Tuhan, tolong akhiri saja saya saat ini, saya tidak tahan lagi dengan seluruh ini, tolong… siapalun tolong saya, siapa saja….

Saya tidak kokoh menahan rasa sakit itu hingga kesimpulannya saya pingsan. Saya sama sekali tidak ketahui apa yang dia jalani pada tubuhku dikala saya tidak sadarkan diri. Dikala saya terbangun, itu merupakan siang hari, tubuhku masih telanjang bundar serta ia duduk di depanku.

” Telah bangun, Gadis?” Tanyanya padaku, ia melemparkan sebagian kain yang tadi malam merupakan kain yang menutupi badan tanpa busanaku.

” Bajingan kau!”

Ia keluar, menghidupkan motornya, serta setelah itu kembali masuk ke dalam, tatapannya penuh nafsu, seolah ia hendak mencekikku demi kesenangannya sendiri.

Ia berjalan dari ambang pintu, mendekatiku pelan, bibirnya mendekat pada kuping kananku, membisikkan suatu,” cerita ini hanya kita aja yang ketahui ya, jangan kasi tau siapa- siapa. Ayok, kembali.”

Dengan santainya ia mengatakan demikian bagai tidak terjalin apapun, tetapi saya tidak memiliki opsi lain tidak hanya turut dengannya, saya terdapat di tempat antah berantah, saya apalagi tidak ketahui apa yang ia pikirkan berikutnya. Yang kutahu, saya cuma mau kembali, bagian dasar tubuhku rasanya sakit, sangat sakit dikala saya berjalan, saya tidak kokoh serta terjatuh ke tanah.

Ia membopongku dengan tangan hinanya itu keluar dari gudang, sambil sesekali tangannya bergerak jahil menggerayangi tubuhku, bersama senyuman palsunya yang menarik penuh nafsu. Kutepis berulang kali tangan itu walaupun tubuhku sendiri tidak berdaya, saya cuma pasrah. Saya sadar saya tidak dapat apa- apa.

Bajingan!

————

Di ekspedisi ini saya cuma diam, diam seribu bahasa, kuyakin itu merupakan jalur terbaik. Sesekali tangan itu memegang pahaku, kutepis tangannya serta ia melaksanakannya lagi, lagi, serta lagi, Ya Tuhan, tolong bunuh saja saya.

Kesimpulannya, rumahku, bapak serta ibuku terletak di depan rumah, melihatku tiba serta anehnya mereka tidak menyadari keanehan apapun. Apakah bajingan ini sudah melaksanakan suatu pada mereka? Saya tidak ketahui.

Saya masuk ke kamarku sambil digendong olehnya, ia keluar dari kamarku dengan senyumannya, jijik! Tidak berapa lama, suatu pesan masuk berbunyi, kubuka pesan itu, cuma tulisan pendek” jangan kasih tau siapa².” Gimana saya dapat berikan ketahui siapapun? Harga diriku sudah lenyap, sirna, musnah. Bagaimanapun, mereka hendak senantiasa menyalahkan diriku walaupun saya merupakan korban, sangsi sosial hendak jatuh padaku, sebaliknya ia? Ia cuma tinggal lari entah kemanapun yang dia ingin serta menikmati hidup barunya tanpa diiringi oleh masa lalunya. Ia dapat menghilang, sebaliknya saya? Tidak!

Saya mau lekas mengakhiri ini, sempat terlintas buat bunuh diri dikala saya lagi menggenggam pisau itu di kamarku, tetapi sangat bodoh bila saya melaksanakannya. Bakal bunga yang berkembang ini juga tidak berdosa, ia pantas buat terlahir di dunia meski ia merupakan hasil dari aksi kebodohanku.

Pernah saya berpikir buat bunuh diri kedua kalinya, menggenggam sprei kasurku, buatnya panjang melintang membentuk tali. Saya berpikir, melahirkan anak ini cuma hendak membuat hidupnya penuh dengan cela dikala dia berkembang, bayangkan apabila kesimpulannya ia diejek, dihina, ataupun dibully sebab ia merupakan anak haram dariku. Saya membayangkan betapa malangnya nasibnya apabila dia berkembang nanti.

Tetapi, ia merupakan anakku pula, bungaku yang hendak berkembang. Saya tidak dapat melaksanakannya. Saya… saya tidak dapat.

————

Dikala peristiwa iyu terjalin, saya masih kelas 11, satu bulan mengarah peningkatan kelas 12. Sepanjang 9 bulan itu saya menyembunyikan perut buncitku yang terus menjadi membengkak, mengikatnya erat supaya tidak terdapat satupun yang mengetahuinya. Perutku terus menjadi lama terus menjadi sakit serta perih dikala perut itu terus menjadi menggembung.

” Maafkan Bunda, Nak.”

Saya khawatir, saya khawatir apabila teman- temanku mengetahuinya. 9 bulan itu saya lakukan dengan rasa sakit pada perutku yang saban hari kuikat dengan kain( bisa jadi kamu ketahui kain buat mengikat perut ibu- ibu yang sudah melahirkan, dengan seperti itu kuikat perutku.)

Balita ini memanglah tidak berdosa, perutku pula wajib menahan rasa sakit sepanjang 9 bulan itu, hingga kesimpulannya air ketubanku rusak, beruntunglah dikala itu saya sudah kembali sekolah serta bapak serta ibuku pula tidak terdapat di rumah.

Saya tidak berani keluar, saya khawatir, saya berdiam di kamar mandi, mengikat mulutku sendiri dengan kain serta mengejan sekeras bisa jadi tanpa suara, rasa sakit itu, saya ingat sekali, sangat sakit, rasanya bagian dasar tubuhku hendak sobek karenanya. Tetapi, tampaknya saya sukses selamat, benih itu keluar jadi bunga yang sebetulnya.

Saya sangat bahagia, marah, malu, khawatir, serta pula senang di dikala yang bertepatan. Anak ini, ia merupakan darah dagingku, tetapi ia pula merupakan anak dari manusia laknat yang sangat kubenci, bisakah saya merawatnya? Apa asumsi bunda serta ayahku nanti? Apa kata para tetanggaku?

Saya tidak dapat melaksanakan apapun, saya cuma dapat memeluk balita itu yang dari tadi tidak kunjung menangis, saya memeluknya erat dengan air mataku yang bercucuran. Hingga kesimpulannya pintu kamar mandi terbuka paksa, pintu itu didobrak oleh ayahku. Mukanya dikala itu tidak dapat kubayangkan, saya malu, saya mau tenggelam, tetapi saya tidak dapat kemanapun.

Ayahku… ia lekas mendekatiku, memandang balita merah serta kamar mandi yang penuh hendak darahku, ia lekas membopongku keluar. Sebaliknya anakku dibawa oleh ibuku. Mobil lekas menderu keras, ayahku menancap gas lekas ke rumah sakit.

————

Saya tidak dapat mengingatnya jelas dikala itu, yang kutahu, saya melupakan hari sepanjang 2 pekan penuh. Ya… ibuku bilang kalau saya koma. Saya apalagi tidak dapat mengingat apapun, yang kuingat cuma anakku.

” Bayiku, Bu?”

Ibuku menangis serta menggeleng pelan, memeluk badan mungilku, yang setelah itu mataku kembali hitam, peristiwa setelahnya saya tidak ingat apapun. Saya pingsan.

————

Sebagian pekan setelah itu, saya diperbolehkan kembali. Saya sangat tidak ingin kembali, saya malu, saya memeluk ibuku dengan erat.

Apa kata mereka nanti? Para hakim sosial itu? Mereka yang tidak ketahui apapun, saya malu. Mulut itu, tangan itu, saya tidak ingin kembali, saya menangis dalam pelukan ibuku. Saya khawatir jika pisau tidak kasat mata itu cuma hendak menaikkan deritaku nanti.

Bunda, ia memelukku erat, badannya hangat. Ia mengajakku buat kembali, serta entah mengapa kata- katanya bagai mantra ajaib yang membiusku buat menurutinya.

Bapak menunggu di mobilnya, kami juga kembali tanpa sepengetahuan siapapun.

————

Di rumah, ayahku menceritakan padaku, dikala saya koma, ia berangkat mencari Arya buat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Arya mengelak serta menolak bertanggung jawab, kesimpulannya ayahku menghajar badannya berulang kali sebab emosi, ayahku mematahkan rahangnya serta wajib dirawat di rumah sakit. Entah gimana dapat terjalin, Arya dimasukkan ke dalam jeruji besi sesaat sehabis ia keluar dari rumah sakit, sebaliknya ayahku? Anehnya tidak, saya tidak ketahui metode apa yang ayahku jalani, tetapi saya bahagia jika lelaki itu cepat- cepat dimasukkan ke dalam penjara, saya sangat puas, puas!

Ayahku pula menceritakan padaku, kalau Arya cuma menggunakan tubuhku. Ia menjajaki suatu aliran sekte sesat, yang mana wajib meniduri 7 orang wanita perawan supaya penuhi ketentuan memperoleh ilmu yang dia ingin. Ayahku pula menceritakan kalau telah terdapat 4 korban lain yang melapor atas perbuatan Arya sepanjang 11 bulan terakhir.

” Jadi bukan cuma saya?” Saya bertanya kepada diri sendiri” Bu… bukan cuma saya….”

Tubuhku langsung drop serta saya pingsan. Saya tidak dapat mengingat apa- apa setelahnya. Yang kurasakan, tangan hangat ayahku lekas memeluk tubuhku serta membopongku entah kemana.

Dikala saya bangun, nyatanya saya telah terletak di rumah sakit, bersama sebagian anggota kepolisian serta seseorang dokter yang mengecek kesehatanku. Mereka menanyaiku soal permasalahan itu, saya menanggapi apa terdapatnya atas apa yang Arya perbuat padaku, saya harap ia dihukum seberat- beratnya.

Sebagian hari setelah itu, saya diperbolehkan kembali. Bapak menjemput kami di rumah sakit, mobil itu berjalan ke luar zona rumah sakit. Sangat aneh, rumahku terdapat di arah situ, apakah ayahku kurang ingat jalur kembali sehabis lama menemaniku di rumah sakit?

” Bapak….”

” Iya, Airin?” Mukanya menanggapi dengan senyuman, tetapi saya ketahui, mata itu tidak dapat berbohong.

” Kok kita….”

” Bapak jual rumah lama kita, kita pindah ke luar kota, anggap saja peristiwa yang menimpamu itu tidak sempat terjalin, namamu pun udah bapak ubah.”

” Bapak….”

“…”

————

Jadilah kami pindah ke kota sebelah, menghapus seluruh bukti diri masa laluku, menempuh hidupku yang baru, identitasku yang lama sudah sirna, namaku saat ini merupakan Airin. Bukan nama wanita polos yang sangat bodoh itu lagi, saya hendak menyesuaikan diri jadi suatu bunga baru di masa semi.

Saya wajib berjumpa psikolog sebulan sekali buat senantiasa mengendalikan mentalku. Apakah saya hendak senantiasa semacam ini? Saya tidak ketahui. Sangat, saya tidak ketahui….

Salahkan saya? Saya yang telalu polos serta yakin. Salahkah saya? Mengapa cuma saya yang jadi topik kasus mulut pedas orang sebelah? Salahkan saya? Apa salahku hingga teman- temanku apalagi menjauhiku sebab memandang tubuhku yang saat ini. Salahkah saya? Saya apalagi tidak sempat mau perihal semacam ini terjalin, tolong….

Sekali lagi saya bertanya, salahkah saya, Tuhan? Apakah ini kutukan sebab saya mempunyai badan ini?

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *