
PUSAT4D – ceritasex
Dengan jemari lentiknya, Dian menyimpulkan tali jubah mandinya sembari berjalan masuk ke kamar mandi. Sore itu, ia berencana melepaskan segala macam kepenatan pikirannya dengan mandi sambil berendam di bathup. Yup, itu semua karena pekerjaan di kantor barunya benar-benar menyita seluruh tenaga dan konsentrasinya.
Air segera mengucur deras dengan seketika begitu Dian memutar tuas keran air yang ada dibagian bawah bathup. Sesekali, ia kecipakkan tangan putih mulusnya ke air guna merasakan tingkat kepanasan air.
“Moga-moga, mandi berendam ini dapat menjernihkan pikiranku…” ucapnya pelan.
Butuh beberapa waktu guna memenuhi bak bathup itu dengan air. Oleh karenanya, selagi menunggu bathup penuh, Dian menuju dapur yang ada di lantai dasar untuk membuat segelas jus melon kegemarannya. Jus melon, olahan minuman dari buah yang bagi Dian adalah teman setia ketika menemaninya berendam.
“Cobalah oh sayang hatiku pasti jadi milikmu | Bila kau tunjukkan kasih sayang padaku
Sepenuh hati dengan cintamu | Sayangi aku selayaknya aku kekasihmu
Aku wanita yang butuh cinta | Bukan hanya perzinahan | Yang dapat kau lalui lalu kau pergi “
Tak sadar, dari semenjak keluar kamar hingga dapur, bibir tipis Dian melantun sebait lagu yang semakin lama semakin keras. Dan dengan diiringi gerakan tarian manja, Dian menyanyikan keseluruhan tembang yang dibawakan oleh grup band lawas tersebut. Hingga ketika melewati ruang tengah, Dian dikagetkan oleh sesuatu.
“Eh Mitha… kamu kok sudah pulang…?” Tanya Dian dengan nada kaget akan keberadaan putri semata wayangnya di sudut kursi ruang tengah.
“I…iya mi… hari ini lesnya libur… khan sekarang hari jumat….” Jawab Mitha yang juga terkejut akan kehadirannya Dian yang tiba-tiba.
“Haloo… halooo…. Mith…? Mitha…?” panggil seorang pria yang ada di ujung telephon
“Eh iya… Ga kenapa-napa kok, cuma ada mami…” sambung Mitha
“Hayoooo… kamu sedang telepon ama siapa sayang?” Tanya Dian menggoda anak perempuan satu-satunya.
Didekatkannya telinga Dian pada gagang telephon yang berada pada genggaman Mitha, seolah ia ingin nguping. Namun karena malu, Mitha segera menghindarkan gagang telephon itu jauh-jauh dari jangkauan maminya.
“Ahhhh… Mami kepo banget deh.… Cuma temen kok Mi…” Jawab Mitha malu-malu.
“Hahaha… Dasar anak kecil…” tawa Dian yang akhirnya menyerah untuk menginvestigasi putrinya itu.
“Udah sana, mami mandi gih… Tuh denger… Suara aer bathupnya dah penuh…”
“Iyadeh… Yang masih ABG…” Canda Dian genit.
“Halloohh…iya…………” kembali Mitha melanjutkan perbincangan serunya seolah barusan tak ada apa-apa.
Sambil tersenyum, Dian pun ikut-ikutan tak menggubris Mitha yang sedang telepon. Dia segera menuju dapur untuk membuat jus melonnya.
Dari dapur, suara berat Mitha masih sedikit terdengar. Dian sebenarnya berusaha untuk tak menghiraukan percakapan antara putri dan temannya itu, namun entah kenapa, jika melihat dari gelagat Mitha ketika menelpon, dia terlihat seperti sesosok mata-mata yang sedang membocorkan rahasia. Duduk disudut ruangan, bergelap-gelapan dengan pandangan mata yang selalu siaga mengawasi kondisi sekitar.
Mau tak mau, Dian pun menjadi penasaran. Segera saja, ia mematikan mesin blender yang sedang menggiling daging buah melon itu, lalu ia pertajam indra pendengarannya. Dan mendadak, Dian lupa akan tujuan awalnya membuat jus melon sebagai teman mandi berendamnya.
“Hihihi… iya bener.. rasanya bikin deg-degan gimana gitu….” Ucap Mitha lirih sambil sesekali ia tertawa kecil.
“Bener-bener… bentuknya ga sama seperti gambar yang ada di buku… beda banget…”
“Gedhe dan panjang…”
“Iya.. Mitha juga pengen…”
“Aduh… kapan ya bisa seperti kemaren lagi…?” Kembali Mitha celingukan, menengok kearah dapur dimana mamanya berada. Ia berjaga-jaga supaya tak ada seseorangpun yang mendengar percakapannya.
“Mitha juga merindukan sodokan batang panjangmu sayang… hihihi…” kembali Mitha tertawa kecil.
“Merindukan sodokan batang panjangmu…?” Tanya Dian dalam hati
“Batang apakah yang sedang dibicarakan antara Mitha dan teman prianya ini?”
Mendadak muka Dian menjadi merah, dan detak jantungnya berdebar begitu kencang. Apakah mungkin, Mitha sedang membahas tentang batang kelamin teman lelakinya? Mitha khan baru masuk kelas 2 SMP baru 15 tahun. Belum sepantasnya ia mendiskusikan tentang hal itu dengan teman lelakinya.
Dian mencoba mengingat tentang kejadian beberapa waktu lalu. Ada beberapa kejanggalan mengenai putrinya yang susah untuk dijelaskan.
Pulang larut malam, cupangan di leher bawah serta dadanya, dan yang paling mengejutkan adalah adanya plastic kondom di laci kamarnya. Hal itulah yang membuat pikiran Dian menjadi gelisah. Ada apa gerangan yang terjadi pada kelakuan putri satu-satunya itu.
“Ah.. Kamu jangan gitu ahh… Mitha juga pengen….”
Kembali Dian membuang semua pikiran aneh itu dan lebih memilih untuk mendengarkan percakapan putrinya dari jauh. Hingga, sebuah kalimat yang membuat detak jantungnya seolah berhenti.
“Mitha juga pengen ngejilatin kontolmu Mas… pengen banget minum pejuhmu lagi..”
DEG..
Dian seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Walau terdengar begitu samar, namun Dian yakin, jika barusan ia mendengar putrinya ingin meminum sperma lelaki teman bicaranya.
Mitha ga sabar nunggu mami pergi keluar kota lagi, jadi khan kita bisa nerusin rencana mas Udin yang sempat tertunda kemaren..”
“Udin….?” Tanya Dian dalam hati.
Mendengar pembicaraan mereka yang mulai tak senonoh, Dian berjingkat pelan. Mendekat kearah Mitha dari arah belakang punggung Mitha dan…
“Kamu sedang ngobrol dengan Udin si tukang ojek itu ya…?
Mitha menengok kearah datangnya suara itu dan langsung berdiri dari tempat duduknya. “Sialan… udah dulu ya sayang, ada mami… ”
Sebelum Mitha meletakkan gagang telephon itu ke badan telephon, Dian langsung menyerbu kearah Mitha sambil berteriak lantang.
“Berikan telepon itu…” bentak Dian sembari menyambar gagang telephon itu dari tangan putrinya.
“Dengar ya Din… Jika gue ngelihat lo dekatan dengan anak gue lagi, gue ga akan segan-segan untuk ngelaporin lo ke Polisi. Mengerti lo?” Bentak Dian sambil menutup telepon.
Seperti mendengar gemuruh geluduk di siang bolong, Mitha yang mendengar lelaki tercintanya diancam seperti itu, menjadi tak terima “Miiii, apa yang mami lakuin sih? Emang Mas udin salah apa miiiih..??”
“Mami ga suka kamu menjalin hubungan dengan lelaki tanpa masa depan seperti itu..”
“Tapi miii, aku mencintainya…”
“Buka matamu sayang… tukang ojek seperti dia tuh tidak cocok buatmu…”
“Mitha tak peduli dengan apa kerjaan dia, yang jelas Mas Udin cinta ama Mitha…”
“Jadi kamu menentang pendapat mami?”
“Mami Jahat…Mitha benci Mami…”
“Udah-udah… Kamu dihukum…. Weekend ini kamu tak boleh keluar rumah… sana masuk kamar..”
“Aku benci mami… Aku benar-benar benci mami…!” Tangis Mitha histeris. Ia berlari masuk kamar lalu membanting pintu kamarnya keras-keras.
Tiba-tiba, rasa bersalah muncul dalam hati Dian. Apakah dia salah atau terlalu keras dalam mendidik Mitha, sehingga Mitha bisa berteman dengan lelaki busuk semacam Udin. Apakah Dian kurang dalam memberikan perhatian dan kasih sayangnya, sehingga Mitha bisa menjalin hubungan special dengan lelaki tak terurus seperti Udin.
Udin, lelaki yang dalam pandangan matanya benar-benar jauh dari ganteng, putih atau bermasa depan. Lelaki yang selalu menggunakan pakaian hitam belel, celana jean sobek dan berbau asem. Belum lagi reputasinya sebagai pengedar narkoba yang entah itu benar atau salah, semakin membuat citra Udin mejadi begitu buruk dimata Dian.
Dian kembali teringat beberapa waktu lalu, ketika masa awal-awal perkenalannya dengan Udin. Udin adalah tukang ojek ujung komplek yang membantu mengantarkan Dian berangkat interview karena mobilnya entah kenapa susah untuk dinyalakan.
Dan ternyata, semenjak kejadian itu, Udin menjadi tumpuan harapan bagi Dian dalam hal trasportasi. Baik sebagai sarana antar jemput atau untuk minta tolong segala macam kebutuhan Dian.
Yah dengan kata lainnya, Udin dapat diandalkan sebagai tangan tambahan ketika Dian tak mampu dalam mengerjakan sebuah tugas.
Ramah, baik dan tak perhitungan. Itulah yang membuat Dian percaya untuk menggunakan jasa Udin. Namun ada satu hal yang Dian kurang suka dengan tukang ojek itu. Udin memiliki sifat mesum. Apalagi semenjak putri semata wayang Dian juga mulai sering menggunakan jasa ojek Udin, sifat mesum Udin menjadi semakin menjadi-jadi.
Hingga pernah, Dian beberapa kali memergokin Udin yang sering memphoto dirinya ataupun Mitha ketika mereka sedang mengenakan rok pendek atau baju dengan atasan berbelahan dada rendah. Dan yang paling parah, Dian sempat mendapati adanya sperma di kamar mandi, setelah kamar mandi itu digunakan Udin.
Yup, Udin beronani dikamar mandi.
Memang sih, Udin tak pernah mau mengaku melakukan hal itu, tapi Dian benar-benar yakin jika lelehan sperma di dinding dan lantai kamar mandi itu berasal dari batang penisnya.
Udin juga sepertinya membawa dampak buruk kepada Mitha. Karena semenjak kenal Udin, Mitha menjadi sangat susah diatur, suka melawan, dan mulai menggunakan gaya berpakaiannya yang berbeda.
Dulu, putri satu-satunya itu selalu malu jika diminta untuk mengenakan baju seksi, namun sekarang, tak disuruh pun Mitha dengan pedenya berani mengenakan jins ketat atau jeans super pendek, berkaos kecil, yang kesemuanya menonjolkan lekuk tubuhnya
“Huuuhhh…. “ desah Dian lirih. Kali ini, pikirannya semakin kacau.
“Mas Loddy…Apa yang harus Dian lakukan…?” Tanya Dian dalam hati. Diraihnya gagang telephon yang ada di atas meja ruang tengah, dan mulai menekan beberapa tombol.
Dian berharap suami tercintanya yang sedang tugas keluar kota mampu memberikan masukan tentang masalah yang ia hadapi saat ini. Namun tiba-tiba Dian memilih meletakkan gagang telepon, dan tak jadi menghubungi suaminya. Ia tak mau mengganggu pikiran suaminya dengan masalah lagi. untuk sementara, ia pendam saja dulu masalah ini.
Dian kembali kearah dapur, mengambil gelas jus melon favoritnya dan bergegas ke kamar mandi di lantai atas. Ia menutup pintu kamar mandi, meletakkan gelas jus disamping bathup dan mulai melucuti jubah mandinya. Dian berjalan ke cermin dan membiarkan jubahnya jatuh ke lantai. Itu adalah kebiasaan sehari-hari untuk memeriksa tubuhnya sendiri sebelum mandi.
Dengan jeli, mata bulat Dian memeriksa sekujur tubuhnya. Terkadang, Dian merasa bangga akan tubuh yang ia dapati. Masih berusia 34 tahun namun sudah memiliki seorang putri cantik berumur 15 tahun. Hal itu pun terkadang membuatnya sedikit besar kepala, karena ketika mereka jalan berdua, tak jarang banyak orang yang salah mengira jika mereka kakak adik.
Rambut hitam yang lurus panjang, menjuntai hingga punggung. Tubuh yang dibalut kulit berwarna kuning langsat, tinggi 165 cm dan berat tak lebih dari 50 kg itu pun sering membuat mata lelaki susah untuk tidak melihat kesintalan tubuh ibu satu anak itu. Belum lagi dengan tonjolan buah dada 34C dan bongkahan bokongnya yang membulat indah, membuat Dian benar-benar seperti bidadari.
“Waktunya berendam…” bisik Dian dalam hati.
Segera saja, Dian meluncurkan kaki jenjangnya kedalam bathup. Mencoba beradaptasi sejenak hingga tubuhnya menjadi terbiasa dengan panasnya air yang menggenang di bathup. Lalu tak lama kemudian, sekujur tubuhnya sudah masuk semua kedalam bathup itu.
“Oooouuuhh… nyaman sekali rasanya…” desahnya lirih.
Diusapnya pangkal luar lengannya yang mulus, pundak, payudara, perut, paha hingga kedua betis butir padinya. Dengan perlahan ia menyeka semua daerah itu sembari memeriksa kulit mulusnya. Dian memejamkan mata, dan menenggelamkan seluruh tubuhnya.
***
Tak terasa, sudah hampir sejam Dian tertidur di bathup. Karena begitu sadar dari lelap, jemari tangannya sudah terlihat keriput, dan air yang memenuhi bathup itu sudah tak lagi hangat.
Segera saja Dian beranjak dari bathup dan mulai membilas tubuh langsingnya. Dian mengambil sabun aroma melati dan membilas bahu serta lengannya sebelum pindah ke dadanya.
Mendadak, Dian tersentak kaget saat sabun dan buih-buihnya meluncur di sekitar putting payudaranya. Puting berwarna merah muda itu selalu sensitif, bukan sensitive lagi, melainkan super sensitif . Sentuhan sepelan apapun, selalu dapat mengirimkan getaran kejang ke sekujur tubuhnya.
Puting payudaranya selalu mencuat keras dan begitu menjulang jauh kedepan, sehingga terkadang putting itu terasa begitu ngilu jika terhimpit oleh kain branya. Dan saat ini, kedua putting payudara itu benar-benar sensitive, keras dan sakit.
Dian menggosok sabun di sekitar bawah payudaranya sebelum meluncur di atas perutnya yang rata. Terakhir dia menyabuni selangkangannya dan meluncur ke tungkai pahanya. Dia tergoda untuk membiarkan tangannya berlama-lama di antara kakinya, daerah intim wanita yang selalu membuatnya merasa geli barcampur nikmat ketika digosok.
“Andai kamu ada disini mas….” Sambil terus mengusap selangkangannya, kembali Dian membayangkan kehadiran suaminya.
Rasa licin dan lembutnya sabun yang berada di sekitar puting payudaranya membuat dia terangsang. Ingin sekali rasanya bercinta saat itu juga, namun Loddy, suami Dian masih dinas diluar kota. Dan masih ada waktu sekitar seminggu lagi hingga suaminya bisa pulang dan menyetubuhinya.
Lagi-lagi. Dian harus menahan birahi yang memuncak itu. Dian ingin ketika suaminya pulang, ia akan mendapatkan kebinalan dirinya secara penuh.
Setelah kurang lebih lima menit membilas tubuh, Dian akhirnya menyudahi mandi sorenya.
Ditariknya karet penyumbat bathup itu dan ia segera beranjak keluar kamar mandi. Dikeringkannya tubuh basah itu dengan handuk putih tebal lalu menggosokkan baby oil ke seluruh kulit tubuhnya.
Mendadak, Dian merasa begitu lapar.
Mandi berendam di sore hari seperti ini memang sangat menguras stamina. Walau sama sekali tak melakukan aktifitas apapun, tubuh seperti baru saja melakukan renang melewati dua pulau.
Dengan rambut yang masih digelung kain handuk, Dian keluar dari kamarnya dan menuju kedapur. Suasana rumah kembali terasa sepi, karena si Mitha sedang menjalani hukumannya di dalam kamarnya.
Namun, ketika Dian melewati kamar Mitha, sayup-sayup terdengar suara cekikikan yang sangat ia kenal.
Dengan cepat, Dian membuka pintu kamar putrinya dan melihat kesekeliling ruangan. Mitha yang semula sedang tertawa-tawa, langsung menyembunyikan handphone yang ia genggam kebelakang punggungnya begitu maminya masuk.
“Kesinikan handphonemu…” pinta Dian
“Buat apa mi…?” Tanya Mitha
“Kesiniin….!!!” Ucap Dian lagi dengan nada sedikit keras.
Dengan berat hati, Mitha melempar handphone itu ke sudut kasur, dekat dengan posisi Dian berdiri.
“Mitha smsan ama Rezy mii…. Bener kok…”
“Yuk kita lihat…”
Merasa pernah muda, Dian tak bisa dibohongi anak semata wayangnya begitu saja. Ditekannya tombol hijau di telpon Mitha, menelpon teman putrinya yang bernama Rezy.
“Baru juga sms-an bentar, sayang Mitha udah kangen ama kontol abang udin ya? Sampe nelpon-nelpon segala…” ujar lelaki dari ujung telephon,
“BANGSAT lo Din… JAUHI Mitha…!!!” bentak Dian seketika dan mengakhiri pembicaraan.
“Mitha… mami kecewa denganmu… mami tak mengira kamu masih berhubungan dengan lelaki mesum itu..”
“Biarin… Mitha cinta bang udin… dan Mitha tak akan tinggal diam melihat mami menghalang-halangi hubungan kami…”
“Berani kamu ya…?” Emosi Dian meningkat. “Ayo ikut mami… mami tak akan membiarkanmu seperti ini”
“Mitha ga mau ikut…” Tolak Mitha sengit sambil cemberut dan menyilangkan lengan didepan dadanya.
“Ikut…!” bentak Dian sambil mencengkeram pergelangan tangan Mitha.
Diseretnya putri semata wayangnya itu kearah kamar tidurnya.
“Kali ini kita tukeran kamar tidur… “ ujar Dian sambil mendorong Mitha secara paksa memasuki kamar tidurnya. “Kali ini, kamu akan merasakan, apa itu rasanya dikurung…” tambah Dian lagi sambil mengunci pintu kamar tidurnya.
“Mitha benci mami… Mitha ga mau punya mami jahat seperti mami…” histeris Mitha dari dalam kamar Dian.
Sebenarnya, Dian merasa menyesal akan apa yang telah ia lakukan pada Mitha barusan. Akan tetapi ia sama sekali tak memiliki jalan keluar tentang apa yang harus dilakukan guna memisahkan putri satu-satunya dengan ojek kampung itu.
Dian merasa begitu frustasi, dan berpikir untuk segera menelpon Lody. Namun, kembali, ia mengurungkan niatnya. Ia tak ingin membuat suaminya itu khawatir akan apa yang terjadi kepada putri satu-satunya tersebut.
Dengan langkah gontai dan pikiran kalut, Dian berjalan kearah dapur dan membuat makan malam. Dua porsi besar spageti bakso dan dua gelas orange jus, satu untuk dirinya, dan satu untuk Mitha.
Sejahat-jahatnya ibu, Dian tak tega juga melihat putrinya hanya meringkuk di sudut tempat tidurnya.
“Mitha… nih makan malamnya udah mami siapin.. yuk kita makan malam bareng.…”
Tak ada jawaban sedikitpun dari Mitha. Rupanya saat itu Mitha masih benar-benar sebal akan hukuman dari Dian.
Walau sedang menghukum putri semata wayangnya, Dian juga tak tega melihat putrinya itu kelaparan. Oleh karena itu, ia sengaja meletakkan makan malam itu di dalam kamar tidurnya, lalu kembali keluar dan mengunci kamarnya lagi.
“Aku mami yang sadis….” Ujar Mitha dalam hati.
Malam semakin larut, rasa kantuk karena makan malam pun mulai menyergap. Dan karena kamar tidur Dian malam ini ditempatin oleh Mitha, mau tak mau Dian harus tidur dikamar Mitha.
“Sudah lama juga aku tak pernah berkunjung ke kamar yang mungil ini..” Sejenak, Dian mengamati sekeliling kamar putrinya. Laptop, TV, audio set, lemari, rak buku dan tempat tidur dengan sprei dan selimut berwarna pink. Dinding berwarna hijau muda yang ditempeli beberapa poster idola, AC dan dua buah jendela yang ada disamping-samping tempat tidur. Tak ada yang special dari kamar itu, sama seperti remaja cewe pada umumnya.
Dian kembali berkeliling kamar mungil itu. Di atas meja belajarnya terdapat beberapa photo Mitha mengenakan bikini seksi bersama teman-temannya ketika berenang di pantai beberapa tahun lalu. Melihat tubuh putrinya mengenakan bikini, Dian benar-benar bersyukur karena telah memiliki putri yang cantik seperti Mitha.
Perhatian Dian mendadak tertuju pada laptop Mitha. Laptop itu masih aktif karena lampu indicator masih menyala. Penasaran akan apa yang ada dalam laptop Mitha, Dian segera membuka laptop itu.
Tak ada sesuatu yang disembunyikan di laptop itu, hanya berisi tugas-tugas sekolah, photo dan beberapa game. Namun, ketika sedang asyik-asyiknya ‘menggeledah’ isi laptop Mitha, Dian menyadari ada sebuah folder yang sangat mengganggu. Folder berisikan gambar-gambar Mitha yang menurutnya kurang sesuai dengan gambaran anak berusia 15 tahun.
Folder itu berisikan photo-photo dari catatan sex Mitha semenjak dia berkenalan dengan Udin. Mitha sepertinya sengaja mendokumentasikan segala macam coretan tangannya dengan cara memphotonya dan menyimpannya di dalam laptop.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan kapan Udin mencium Mitha.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan gimana rasanya putting ketika dijilat.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan apa rasa pejuh ketika masuk mulut.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan sketsa kelamin pria yang sama sekali tak proporsional dengan postur tubuhnya dengan tulisan “Kontol Bang Udin Tersayang” dan gambar kecupan bibir di sekujur gambarnya.
Dan yang paling parah, Mitha memiliki beberapa photo penis Udin kampung itu. Mulai dari kondisi lemas, setengah ereksi, ereksi sempurna, blowjob, hingga photo penis yang sudah memuncratkan pejuhnya di mulut Mitha.
“Ya ampun… sudah sejauh inikah hubungan mereka?”
Tak tahan dengan pikiran yang mendadak menghantui, Dian segera mematikan laptop putrinya dan duduk di tempat tidur. Dengan nafas yang masih menderu-deru, Dian mencoba menenangkan diri.
Satu hal yang dipikirkan Dian semenjak ia melihat photo-photo catatan Mitha.
“Udin harus sesegera mungkin dijauhkan dari kehidupan Mitha… ya.. itulah satu-satunya cara untuk membuat Mitha kembali nurut seperti dulu lagi” batin Dian sembari menenggak seluruh jus orange sisa makan malam itu hingga tak tersisa.
Mendadak, kepala Dian pusing. pandangan matanya kabur, dan kelopak matanya menjadi sangat berat.
Dian tiba-tiba terbangun dalam keremangan lampu kamar. Dia tidak tahu berapa lama ia telah tertidur. Kepalanya masih terasa berat dan nafasnya terengah-engah. Dengan paksa, Dian mencoba untuk membuka mata. Namun sejauh ini, hanya kegelapan yang dapat ia tangkap dengan kedua mata bulatnya.
“Kenapa dengan tubuhku?” Tanya Dian dalam hati.
Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, nafasnya panas dan pendek, badannya terasa hangat dan enteng.
“Apa aku terkena demam karena terlalu lama berendam?” Tanya Dian lagi.
Dian merasa fantastis. Seluruh tubuhnya terasa begitu berbeda dari biasanya. Kulitnya terasa begitu kencang, begitu sensitive, hingga ia mampu merasakan semilir hembusan angin dari lubang hidung yang menerpa tubuhnya. Payudaranya membesar dan mengeras dengan putting yang seolah tak mau mengalah, ngilu dan bengkak.
Anehnya, dia tidak merasa lelah sama sekali. Setiap kali ia menggeliatkan badan, gesekan antara kulit dan kain sprei menimbulkan gelitikan aneh di sekujur tubuhnya yang membuatnya seketika merinding nikmat.
“Ooouhh..sssshh…. ada apa dengan diriku ini…?” Tanya Dian sambil terus menggeliatkan tubuhnya, menggesek-gesekkan tubuh sintalnya dengan kain sprei.
“Mas Loddy…. Kamu kok lama sekali sih pulangnya…”
Dian tiba-tiba mengigaukan kehadiran suaminya. Malam ini, ia benar-benar merasa kangen dengan suami tercintanya. Hingga ia menyadari, ada sesosok manusia yang berdiri di sudut kamar.
“Mas loddy… itu kamu ya….?” Tanya Dian.
“Kamu pulang lebih cepat ya mas…?”
“Sini mas…. Mendekat… Adek kangen banget sama kamu mas…. Sini….” Pinta Dian sambil melambaikan tangannya pada sosok tersebut.
Sosok itupun mendekat dan duduk disamping tempat tidur.
“Mas Loddy… kamu kok diam saja… kamu nggak kangen ya sama istrimu yang kesepian ini…?”
Dalam gelap, Dian langsung memeluk sosok lelaki yang ada disamping tempat tidurnya itu dan menciuminya bertubi-tubi.
“Mas… Kamu tahu nggak?…. Mendadak adek pengen begituan….Kamu tau khan mas? Sudah lebih dari 2 minggu adek tak kamu jamah mas… Yuk mas… kamu mau khan…?”
Sosok itu mengangguk.
“Nah… gitu donk mas…ayo sekarang mas buka semua bajumu mas…. Adek udah bener-bener nggak tahan lagi mas… pengen buru-buru ngerasain sodokan batang perkasamu…”
Perasaan kangen yang turut ditunjang dengan birahi yang mendadak muncul, membuat Dian tak sanggup lagi menahan keinginan dirinya untuk disetubuhi secepatnya. Dian tak peduli jika suaminya baru tiba, Dian tak peduli akan rasa capai yang mungkin saja dialami suaminya, yang jelas, malam itu dirinya harus mendapat kepuasan yang sudah beberapa hari ini Dian inginkan.
Mengiyakan keinginan Dian, sosok itupun segera melucuti semua pakaian yang menempel di tubuhnya.
“Kamu tiduran aja ya dek….” Ujar sosok itu dengan nada yang berat.
Sebuah tangan menyentuh kaki Dian dan naik ke lututnya. Sosok itu berayun dan berlutut di antara kakinya, membungkuk dan memberikan ciuman basah di lutut dan paha Dian.
Perlahan namun pasti, ciuman demi ciuman mulai bergerak naik ke arah selangkangan Dian. Ciuman demi ciuman membawa gelijang geli pada paha dan vagina. Membuat sekujur tubuhnya menjadi merinding.
“Ooohhh mas… Stop mas… Geli… “ Desah Dian yang sepertinya kurang setuju akan perlakuan sosok suaminya itu. “Geli mas…. “
“Kamu suka?…” Tanya sosok itu singkat.
“Ho’oh… cuman adek heran…. tumben kamu mau jilat-jilat kaki adek… “
“Kenapa?”
“Biasanya kamu khan ga pernah melakukan foreplay…Adek suka mas…” desah Dian yang merasa keenakan akan stimulus lidah sosok suaminya.
“Kali ini aku punya kejutan yang pasti akan membuatmu suka dek…”
“Kejutan apa mas… kamu mau apa…?”
Mendadak, sosok itu menghentikan jilatan lidah pada kaki Dian, dan langsung berpindah naik keatas. Mulai menjilat celah vagina Dian yang sudah membanjir basah.
“Lendir kamu banyak sekali dek…” ujar sosok suami Dian.
“Mas.. kamu mau apa?… Kamu tahu adek nggak suka dijilat di situ.. ” Dianmengingatkan suaminya, tapi entah kenapa tubuhnya seolah mengijinkan lidah suaminya bermain disitu.
“Nikmatin aja dek…”
“Yah, mungkin malam ini adek pengen nyobain sesuatu yang beda….” Suara Dian meninggi ketika ciuman sosok suaminya itu jatuh di bibir vaginanya. Lidah basahitu bekerja dengan cepat dan efisien. Membuat lendir kenikmatannya membanjir dengan deras.
“Geli mas… geli…” Ujar Dian yang baru kali pertama merasakan oral seks. Dan dengan kedua tangannya, Dian mencoba mendorong suaminya menjauh dari vaginanya yang meranum merah. Namun, tubuh suaminya yang cukup kurus itu terlalu kuat.
“Memek kamu wangi banget dek….” Puji sosok suami Dian yang semakin gencar menjilat dan menyerucup semua lendir vagina Dian.
“Bentar mas.. bentar… adek merasa geli sekali…” Dian menggoyangkan pinggulnya kekiri dan kekanan, mencoba menghindar dari jilatan buas suaminya yang terasa begitu nikmat itu. Merasa tak tahan lagi akan gelitik rasa geli pada vaginanya, Dian mencoba mendorong kepala suaminya. Di sentuhnya pipi suaminya yang sekarang terasa kempes.
“Shhh… Kamu kurusan mas…” komentar Dian setelah menyentuh wajah suaminya dalam gelap. “Ooouuggghhh…. Enak maaass….”
Mendengar Dian mulai menikmati jilatan lidah kasarnya, sosok suami Dian pun semakin bersemangat lagi untuk mengoral vagina tak berbulu milik istrinya itu.
Dian menyambut keberingasan suaminya dengan meminta kepala yang ada diantara selangkangannya semakin aktif dalam menstimulus vagina dan klitorisnya. Tangan Dian naik dari pipi ke rambut suaminya. Dian mendapati rambut suaminya sudah panjang, dengan pony yang sepertinya sudah menjuntai melebihi alis.
“Oooouuugghh Tuhaaaan… enak sekali mas…” jerit Dian sambil mencengkeram kepala suaminya ketat supaya ia membenamkan lidahnya lebih dalam.
Mendadak, salah satu tangan suaminya menggapai naik, kearah payudara Diandan mulai meremas bongkahan dadanya dengan perlahan. Suaminya meremas puting tegaknya, lalu dengan perlahan ibu jari dan jari telunjuk mulai menyentil, memelintir dan menyentak putting Dian dengan gaya yang berbeda. Jauh lebih kasar daripada biasanya.
Tiba-tiba, pinggul Dian menjadi tidak terkendali, dia akan orgasme.
“Mas… maaassss … adek mau dapet mas… ooouugghhh…“ jerit Dian menjadi-jadi ketika stimulus lidah kasar suaminya semakin beringas. “Oooouugghhh… jilat memek adek terus mas…”
Rupanya, apa yang pada awalnya Dian kurang begitu suka, sekarang ia mulai menikmatinya. Terbukti dari jeritan dan desahan mulutnya yang berkali-kali meminta sang suami supaya memberikannya orgasme secepat mungkin.
“Maasssss…. Adeeek mau kellluuuaaa….”
Namun mendadak, suami Dian itu menghentikan jilatan lidahnya. Berhenti seketika dan menatap Dian yang tergolek lemah di depan wajahnya.
“Aaaaahhh… maaasss… kok berhenti…?”
Dengan nafas yang masih terengah-engah, sejenak, Dian merasa begitu sebal akan perlakuan suaminya barusan. Coba suaminya itu meneruskan jilatan lidahnya, pasti saat ini Dian sudah menggelijang-gelijang keenakan karena orgasme oral pertamanya. Orgasme yang sama sekali belum pernah ia dapatkan dari daging yang bernama lidah.
“Yuk mas… adek udah nggak tahan…” pinta Dian yang sudah tak mampu lagi menahan desakan gejolak birahinya.
Dian merasa begitu menginginkan hadirnya batang penis suaminya untuk menggaruk kegatalan yang ada di dalam lubang vaginanya. Dian merasa, inilah saatnya bercinta setelah beberapa minggu ditinggalkan suaminya keluar kota.
“Mas… yuk mas… sodok memek adek mas… adek udah ga tahan lagi…” ujar Dian sambil meminta badan suami yang masih berada di selangkangannya untuk naek ke atas dan menindih tubuh langsingnya.
Tanpa membuang waktu lama, Dian menjulurkan tangannya kebawah dan meraihselangkangan suaminya. Walau masih dalam kondisi kamar yang remang, dengan sigap, Dian mampu menangkap batang panjang milik suaminya.
“Titit kamu keras sekali mas… jauh lebih keras dari biasanya…”
Ada perasaan bangga yang dirasa oleh Dian begitu ia menggenggam penis panjang suaminya. Karena setelah lebih dari 15 tahun menikah, suaminya masih menghargai keseksian dirinya dengan bisa ereksi sekeras ini. Bagi Dian, kerasnya ereksi adalah salah satu penghargaan lelaki yang bisa ditunjukkan kepada wanitanya.
Tapi, malam ini penis suaminya itu terasa begitu berbeda. Sangat jauh berbeda.
Dian merasa, batang panjang yang menggelantung di selangkangan suaminya itu bukanlah daging penis seperti yang biasa ia rasakan selama ini. Dian merasa daging itu lebih mirip pentungan kayu, sama sekali bukan lipatan daging lembek seperti biasanya.
“Titit kamu beda mas… rasanya kok panjang banget ya… ?“ Tanya Dian keheranan. Namun karena keinginan Dian untuk segera mendapatkan birahi sudah terlalu tinggi. Ia sama sekali tak mempedulikan keanehan batang suaminya itu, dan dengan sigap Dian menarik batang penis suaminya itu mendekat ke arah celah vaginanya yang sudah membanjir basah oleh cairan pelumas.
Malam itu Dian benar-benar sudah terlalu bernafsu. Ia seolah sangat menginginkan untuk dapat merasakan kenikmatan persetubuhan. Ia ingin segera dapat merasakan gelijang orgasme.
“Pokoknya aku harus puas malam ini…” Desah Dian pada sosok suaminya itu.
“Iya dek… kamu bakal mendapatkan semuanya itu malam ini….”
“Buruan mas… Setubuhi istrimu ini….” semburnya keluar.
“Adek pengen ngentot mas…”
“Entotin adek sekarang.”
Dian mendadak heran, tak pernah dalam sejarah kamus hidupnya ia menggunakan pemilihan kata kasar ketika bercinta. Ia selalu berkata “ Tusuk atau Sodok”. Ia tak pernah menyebut kata “Entot”
Dan itu kata jorok pertamanya ketika lebih dari 15 tahun bercinta
Dian membuka kedua pahanya lebar-lebar, seolah mempersilakan batang panjang suaminya untuk dapat segera berkunjung ke rahimnya.
“Titit kamu besar banget mas….” Puji Dian berkali-kali kepada suaminya itu. “Adek pasti puas malam ini…”
Walau sedang dalam kondisi birahi tinggi, Dian sekilas berpikir akan perubahan penis suaminya saat ini. Penis itu tumbuh menjadi begitu besar dan panjang. Bahkan tumbuh terlalu besar. Karena ketika kepala penis itu mulai mendobrak pertahanan celah kewanitaannya, timbul rasa sakit yang tak pernah Dian rasakan selama ini.
“Pelan-pelan mas…. Sakit banget…” desah Dian sambil mencoba merasakan enaknya persetubuhan itu.
Namun, entah karena sudah terlanjur merasakan enak, atau karena sama-sama tak sabar untuk merasakan nikmatnya persetubuhan, sosok itu sama sekali tak menggubris permintaan Dian, karena yang terjadi, suami Dian itu terus mendorong batang panjangnya untuk masuk kedalam celah sempit yang sudah membanjir basah itu.
Secara berkala, sodokan demi sodokan mulai membuka celah kenikmatan Dian. Menghantar gelombang geli, sakit dan nikmat yang tak terucap. Hingga mau tak mau Dian harus membuka membuka kakinya lebar-lebar guna mengakomodasi besarnya batang penis yang ada diantara pahanya.
“Penis Loddy tampaknya telah tumbuh begitu besar hingga saat ini, vaginaku terasa begitu penuh….” Batin Dian.
Dian merasa, jika ujung penis suaminya terasa seperti bola golf yang sangat besar dan keras. Walaupun saat itu Dian sudah membuka paha dan vaginanya lebar-lebar, tetap saja, malam itu, ia merasa seperti perawan yang sama sekali belum pernah bercinta sedikitpun.
Sakit, perih dan tersiksa.
Semua terasa sama sekali tak proporsional. Karena malam itu, yang Dian rasakan bukanlah rasa nikmat seperti persetubuhan yang biasa mereka rasakan . Melainkan lebih mirip seperti sakitnya vagina ketika melahirkan.
Dan dari rasa sakit ini, mendadak Dian sadar, benar-benar sadar, jika penis suaminya ini begitu besar, malah terlalu besar.
“Apakah sekarang Lody menggunakan Viagra…?” pikir Dian. Karena hanya itulah satu-satunya pemikiran yang muncul di otak Dian.
Kembali, rasa dan keinginan untuk dapat segera merasakan kenikmatan orgasme melanda pikiran Dian. Sehingga, guna mencapai itu semua, mau tak mau Dian harus mengesampingkan rasa sakit yang teramat sangat di vaginanya itu.
Sejenak Dian mencoba memejamkan mata, berkonsentrasi penuh untuk menghilangkan rasa sakit dan mencoba focus kepada kenikmatan sodokan batang panjang suaminya.
“Kesempatan nikmat seperti ini tak boleh aku sia-siakan…” Batin Dian sembari terus mengakomodasi batang panjang suaminya yang sudah banyak terbenam di vaginanya. “Terlebih dengan segala macam kesibukan pekerjaan Loddy yang semakin tinggi… Aku harus puas… aku harus puas…”
“Nggak tiap hari aku bisa merasakan kenikmatan bersetubuh…” Pikir Dian lagi. “Terlebih dengan adanya Mitha yang sekarang sudah semakin dewasa… Tak bisa lagi setiap saat, aku dan Loddy bebas bercinta”
Pikiran Dian untuk beberapa saat kembali pada Mitha, putrid semata wayangnya yang sekarang sedang menjalani hukuman kurung di kamarnya, mitha yang semakin susah diatur, semakin bandel, dan sedang kasmaran dengan ojek kampong.
“Aku harus segera membicarakan masalah ini dengan Loddy besok…yang jelas, sekarang aku harus puas terlebih dahulu..”
“Tapi………”
Tiba-tiba, Dian segera tersadar. Dian dan Mitha khan baru saja bertukar tempat tidur. Yang ada di kamar tidur Dian adalah Mitha, dan yang sedang berada di kamar Mitha adalah Dian.
“Mas… Kok kamu tahu adek tidur disini…?” Tanya Dian sedikit heran.
Alih-alih menjawab pertanyaan Dian, Loddy semakin memperdalam sodokan penisnya.
“Aaahhhsss….Mas… Kok kamu bisa tahu adek ada disini? “ Tanya Dian sambil keenakan.
Heran, bingung, sekaligus penasaran. Berjuta pertanyaan tiba-tiba timbul dalam pikiran Dian. Bagaimana suaminya bisa tahu jika dia mala mini tidur di kamar putrinya?
“Ini aneh sekali mas… benar-benar aneh “ gumam Dian. “Terlebih, titit kamu. Tidak seperti biasanya. Titit kamu terlalu besar mas…”
“Ya beda lah…” Ujar sosok lelaki yang masih menindih tubuh langsing Dian dan menyodok-nyodokkan sekujur batang penis panjangnya kedalam celah kenikmatan Dian yang membanjir basah.
” Karena aku bukan suami tante….”
DEG…
Mendengar perkataan sosok yang sedang menyetubuhinya itu, jantung Dian seolah berhenti berdetak.
Sekilas, dari suara dan cara bicaranya, Dian tahu siapa sosok yang sedang bercinta dengannya. Sekilas, dari postur tubuh, potongan rambut dan aroma tubuhnya, mia mengenali siapa sosok yang saat ini sedang menyetubuhinya. Dan sekilas, dari ukuran batang penisnya yang jauh dari normal, Dian yakin jika sosok yang sedang memberikan kenikmatan duaniawi ini adalah, Udin.
“Tante bakal suka kontol panjang saya… tante bakal merasakan bagaimana kontol besar ini akan memuasin memek gatel tante…” Suara mesum itu kembali terdengar dengan jelas. Suara yang beberapa saat lalu sangat ia benci. Suara yang beberapa saat lalu sangat hina ditelinganya. Suara yang jelas-jelas bukan milik suaminya.
“Udin….?” tanya Dian dengan nada benar-benar panik. sebelum ia menutuptangannya ke mulutnya.
“Iya tante… saya Udin… pacar Mitha…”
Bersambung…