
PUSAT4D – CERITASEX
Saat ini aku kuliah di kota Bandung, di situ aku menyewa sebuah rumah kecil dengan perabot lengkap dan untuk pengawasannya aku dititipkan kepada Oom Rony, sepupu ayahku yang juga pemilik rumah untuk memperhatikan segala kebutuhanku.
Om Rony adalah seorang pejabat perbankan di kota kembang ini dan dia kuanggap sebagai wali orang tuaku. Sekalipun aku sadar ketampanan dan segala kelebihanku digila-gilai banyak perempuan, namun aku masih belum mencari pacar tetap.
Untuk menyalurkan hobby isengku saat sekarang ini aku lebih senang dengan cewek-cewek yang berstatus freelance atau cewek bayaran yang kunilai tidak akan membawa tuntutan apa-apa di belakang hari.
Begitulah, pada tahun keempat masa kuliahku secara kebetulan aku mendapat seorang teman yang cocok dengan seleraku. Seorang gadis berstatus pembantu rumah tangga keluargaku tapi penampilannya cantik berkesan gadis kota.
Jadinya konyol, di luaran aku terkenal sebagai pemuda mahalan kelas atas tapi tanpa ada yang tahu justru partner tetap untuk ber-“iseng”-ku sendiri adalah seorang gadis kampung yang status sosialnya jauh di bawahku.
Sulastri nama asli si cantik anak bekas pembantu rumah tangga orangtuaku, tapi lebih akrab dipanggil dengan Lastri. Sewaktu mula-mula hadir di tempatku ini dia memang meringankan aku tapi juga membuat aku jadi panas dingin berada di dekatnya.
Pasalnya dulu aku pernah punya skandal hampir menggagahi dia sehingga dengan kembalinya dia kali ini dalam status istri orang tapi tinggal kesepian ini tentunya menggali lagi gairah rangsanganku kepadanya.
Usianya 3 tahun lebih muda dariku, dia dulu dibiayai sekolahnya oleh orangtuaku dan ketika tamat SMA dia pernah beberapa bulan bekerja membantu-bantu di rumahku sambil berusaha masuk Akademi Perawat. Sayang dia gagal dan kemudian pulang kampung lagi untuk menerima lamaran seorang pemuda di tempat asalnya itu.
Waktu masih di rumah orangtuaku itulah aku yang tertarik kecantikannya, kalau pulang dari Bandung sering iseng menggoda dia, suatu kali sempat kelewatan nyaris merenggut kegadisannya.
Sebab di suatu kesempatan Lastri yang memang kutahu menaruh hati padaku sudah pasrah kugeluti dalam keadaan bugil hanya saja karena aku masih tidak tega dan juga masih takut sehingga urung aku menodai dia.
Kuingat waktu itu secara iseng-iseng aku sengaja ingin menguji kesediaannya yaitu ketika ada kesempatan dia kuajak ke dalam kamarku. Beralasan meminta dia memijati aku tapi sambil begitu kugerayangi dia di bagian-bagian sensitifnya.
Ternyata dia diam saja tidak berusaha untuk menolakku, sehingga aku meningkat lebih terang-terangan lagi. Susunya memang menggiurkan dengan bentuknya yang membulat kenyal tapi aku masih mengincar lebih ke bawah lagi.
“Was gimana kalau kamu buka dulu celana dalammu, Mas Dony pengen gosok-gosokin yang enak di punyamu,” bujukku dengan tangan sudah meraba-raba di selangkangannya.
Lastri tersipu-sipu dengan gugup ragu-ragu, meskipun begitu menurut saja dia untuk membuka celana dalamnya yang kumaksudkan itu.
“Ta.. tapi.. nggak apa-apa ya Mass..?” kali ini terdengar nada tanya kuatirnya.
Aku yang memang cuma sekedar menguji segera menenangkan dia.
“Oo tenang aja, nggak Mas masukin inimu cuma sekedar ditempel-tempelin aja kok..” jawabku sambil juga menurunkan celana dalamku memamerkan batangku yang sudah setengah tegang terangsang.
Kuambil tangannya dan meletakkan di batang kemaluanku meminta dia memainkan batang itu dengan genggaman melocok, ini diikuti Lastri mulanya dengan wajah kikuk malu tapi toh dia mulai terbiasa juga. Nampak tidak ada tanda-tanda risih karena baru kali ini dia melihat batang telanjang seorang laki-laki.
Layap-layap keenakan oleh kocokannya sambil begitu sebelah tanganku juga ikut meremasi susu bergantian dengan bermain di liang kemaluannya. Lama-lama terasa menuntut, kuminta Lastri merubah posisi bertukar tempat, dia yang berbaring setengah duduk tersandar di kepala tempat tidur, dari situ aku pun masuk duduk berlutut di tengah selangkangannya.
Dalam kedudukan ini tangan Lastri bisa mencapai batanganku dan melocoknya tepat di atas liang kemaluannya sementara kedua tanganku yang bebas bisa bermain dari kedua susu sampai ke liang kemaluannya.
Lagi-lagi Lastri memperlihatkan air muka khawatir karena dikira aku sudah akan menyetubuhinya tapi kembali kutenangkan dan menyuruh dia terus melocok dengan hanya menggesek-gesek ujung kepala batang kemaluan di celah menguak liang kemaluan berikut klitorisnya.
Cukup terasa enak buatku meskipun memang penasaran untuk berlanjut lebih jauh, tapi begitupun aku bisa menahan emosiku sampai kemudian locokannya berhasil membuatku berejakulasi. Menyembur-nyembur maniku tumpah di celah liang kemaluannya yang terkuak mengangkang, tapi sengaja kutahan tidak kutusukkan di lubang itu.
“Huffhh pinterr kamu Was.. besok-besok bikinin lagi kayak gini ya?” kataku memberi pujian ketika permainan usai. Lastri mengangguk malu-malu bangga dan sejak itu setiap ada kesempatan aku ingin beriseng, dia yang kuajak dan kugeluti sekedar menyalurkan tuntutanku.
Memang, sampai dengan saat itu aku masih bertahan untuk tidak mengambil keperawanannya karena masih terpikir status kami yang berbeda. Aku majikan dan dia pembantu, padahal dalam segalanya Lastri betul-betul seorang gadis yang mulus kecantikannya.
Dibandingkan dengan wanita-wanita cantik yang kukenal belakangan, Lastri pun tidak kalah indahnya. Tapi itulah yang namanya pertimbangan status padahal akhirnya aku toh bertemu lagi dan membuat hubungan yang lebih jauh dengannya.
Di kampungnya Lastri dinikahi Ardi seorang pemuda tetangganya, dia sempat beberapa bulan hidup bersama tapi ketika Ardi yang lulusan Akademi Teknik, minta ijin selama setahun karena mendapat pekerjaan sebagai TKI di suatu negara Arab, Lastri praktis hidup sebagai janda sendirian.
Begitu, untuk mengisi waktunya dia juga meminta ijin agar bisa mencari pekerjaan tambahan dan dia pun teringat kepadaku karena aku memang pernah menjanjikan hal itu kalau dia ingin mendapat tambahan pencaharian.
Ardi setuju karena aku sudah bukan asing bagi mereka, maka sesaat sebelum Ardi berangkat ke Arab dia ikut mengantar Lastri meminta pekerjaan padaku.
Kedatangan Lastri untuk menawarkan tenaganya tentu saja tidak bisa kutolak tapi untuk tinggal bersama di rumah sewaanku jelas akan mengundang kecurigaan orang, dia pun kutawarkan tinggal sambil bekerja di sebuah tempat usahaku.
Kebetulan aku memang mengusahakan sebuah Panti Pijat yang sebetulnya dimodali Oom Rony, sehingga kehadiran Lastri bisa membantu mewakili aku sebagai orang kepercayaanku dalam mengawasi tempat pijat itu.
Lastri langsung setuju tapi waktu suaminya sudah berangkat meninggalkan dia barulah dia berkomentar bingung soal pekerjaan itu.
“Tapi.., aku bener nggak disuruh kerja mijet Mas?” katanya agak keberatan dengan tugas yang belum dimengertinya itu.
“Ya enggak dong, kamu di sana Mas kasih tugas utama sebagai pengawas tempat itu. Kalau soal mau belajar mijet sih boleh-boleh aja, malah bagus supaya Mas bisa kebagian rasanya juga,” kataku sambil tersenyum menggoda.
“Ngg.. gitu nanti ada yang ngajakin tidur aku, gimana Mas..?”
“Boleh, tapi minta ijin Mas dulu. Yang jelas Mas dulu yang pakai baru boleh dikasih yang lain,” kataku tambah menggoda lebih jauh.
Di sini Lastri langsung mesem malu-malu, tapi begitupun senang dengan tawaranku untuk mewakili aku mengawasi usaha tempat pijatku.
Dia kuberi kamar di rumah yang kukontrak untuk usaha pijat itu tapi secara rutin seminggu dua kali dia datang membantu membersihkan rumahku dan mengambil baju-baju kotorku untuk dicucikannya.
Begitulah dengan adanya Lastri yang seolah-olah membawa keberuntungan bagiku, usahaku pun semakin bertambah ramai.
Apalagi dia yang semula hanya bertindak sebagai tuan rumah setelah mulai belajar teknik memijat dan mulai mempraktekkan kepada tamunya, semakin banyak saja mereka yang datang mem-booking Lastri.
Antri para tamu itu hadir dengan niat ingin mencicipi asyiknya pijatan sambil tentunya berusaha merayu agar bisa menikmati lebih dari sekedar pijatan si manis Lastri ini. Tetapi mereka belum sampai ke situ karena di bulan kedua kehadiran Lastri baru kepadakulah yang paling dekat dengannya saat ini, dia memberikan keistimewaannya.
Karena sudah pernah ada hubungan sebelumnya maka mudah saja bagiku untuk membuat kelanjutan intim dengannya, cuma saja setelah beberapa lama baru terpikir olehku untuk mencicipi dia.
Waktu itu aku terserang muntaber dan sempat seminggu aku terbaring di rumah sakit dengan ditunggui bergantian oleh Lastri dan Indri kakak perempuanku yang sengaja datang dari Jakarta untuk mengurusi sampai dengan kesembuhanku.
Keluar dari rumah sakit dan setelah melihat aku sudah mendekati pulih kesembuhanku, Indri pun kembali lagi ke Jakarta dengan meninggalkan pesan pada Lastri untuk tetap mengurusi sampai aku betul-betul sembuh.
Lewat lagi dua hari tenagaku kembali pulih seperti semula tapi seiring dengan itu mulai timbul lagi tuntutan kejantananku dan kali ini aku berencana akan menyalurkannya pada Lastri sebagai sasaranku yang paling dekat denganku saat itu. Ini karena aku selama dirawat olehnya merasa lebih akrab perasaanku dan berhutang budi sekali padanya.
“Tau nggak Was? Apa yang pertama-tama mau Mas bikin kalau udah sembuh bener dari sakit ini?” tanyaku mengajak dia ngobrol menjelang kesembuhanku.
“Apa tuh kira-kira Mas?”
“Mas kepengen begini..” kataku sambil memberi tanda ibu jari dijepit telunjuk dan jari tengahku.
Lastri langsung ketawa geli mendengarnya.
“Hik, hik, hik.. Mas Dony yang dipikir kok itu dulu. Emang puasa berapa hari ini udah kepengen banget sih?”
“Justru itu, kepingin sih jangan bilang lagi tapi coba tebak siapa nanti yang bakal Mas ajak tidur?”
“Hmm siapa ya? Mas sih banyak ceweknya mana Lastri tau siapa orangnya?”
“Orangnya ya kamu Was.”
“Ngg kok malah aku, kan masih banyak yang cakep lainnya Mas..” Lastri kontan tersipu-sipu malu seolah tidak percaya denganku.
“Yang Mas pilih emang kamu kok, sementara jangan dulu dikasih ke yang lainnya ya!” kataku sambil menarik dia mendekat kepadaku.
“Kasih siapa Mas, kan katanya harus ijin Mas dulu?”
“Makanya itu nanti Mas yang pakai dulu. Kasih Mas ya?”
Kali ini kususupkan tanganku ke selangkangannya mengusap-usap bukit kemaluannya dan diterima Lastri dengan mengangguk sambil menggigit bibir malu-malu.
Dia sudah bersedia dan ketika tiba saatnya, aku sengaja mengajaknya keluar menginap di hotel karena aku ingin betul-betul bebas berdua dengan dia. Maklum di rumah sewaanku masih kukhawatirkan Indri ataupun keluargaku dari Jakarta akan muncul sewaktu-waktu sehingga tidak terlalu aman rasanya.
Segera aku pun bersiap-siap dan membuka lemari untuk mengambil uang tapi ide nyentrikku mendadak timbul ketika terpandang sweaterku yang tergantung di situ. Kuminta dia memakai sweater itu tapi tanpa mengenakan apa-apa lagi di balik itu, ini memang diturutinya tapi sambil meringis geli ketika sudah naik ke mobil duduk di sebelahku.
“Mas ini ada-ada aja, masak aku cuma disuruh pakai kayak gini sih?”
“Kamu biar cuma pakai gini tetep keliatan manis kok Was,” kataku membesarkan hatinya.
“Tapi kan lucu Mas, di atasnya anget tapi di bawahnya bisa masuk angin..”
“Maksud Mas Donny begini supaya pemanasannya bikin cepet tambah kepengennya. Sambil nyupir gampang megang-megangin kamu..” jelasku dengan menjulurkan tangan ke selangkangannya sudah langsung merabai liang kemaluan telanjangnya.
Lastri tersipu-sipu tapi toh menurut juga ketika aku meminta dia menaikkan kedua kakinya ke atas jok sehingga liang kemaluannya lebih terkangkang lebar, lebih leluasa tanganku bermain di situ.
Dia dari sejak dulu memang tidak pernah membantah apapun permintaanku. Mengusap-usap bukit yang cuma sedikit ditumbuhi bulu-bulu kemaluannya serta meremas-remas pipi menggembung dari bagian kewanitaannya yang menggiurkan ini, terasa kenyal daging mudanya itu.
Dipermainkan begitu tangannya otomatis terjulur ke kemaluanku membalas memegang seperti dulu ketika dia masih sering bermain-main dengan milikku, tapi cuma sebentar karena segera dicabut lagi.
“Lho kenapa nggak diterusin?”
“Nggak ah, nanti keburu muncrat duluan. Mas kan udah puasa beberapa hari pasti sekarang udah kentel susunya, kan sayang kalau keburu tumpah di luar nanti Lastri nggak kebagian.”
“Lho kan dipanasin dulu botolnya nggak apa-apa. Siapa tau kelewat kentel malah nggak mau netes airnya nanti?”
“Masak nggak mau keluar Mas?”
“Oh iya lupa, kalau diperes-peres pakai lubang sempit ini memang pasti keluar sih. Tapi sambil dikocokin yang enak nanti ya?”
Rangsangan selama perjalanan sudah mulai memanaskan gairah birahi kami, ketika tiba di hotel kelanjutannya semakin membara lagi. Di hotel yang kupilih, Lastri sudah kusuruh masuk ke kamar duluan sementara aku masih menutup pintu mobil sebelum kususul dia di situ.
Kubuka sekalian bajuku hingga telanjang bulat sementara dia masih berlutut di sofa yang menempel dekat jendela, pura-pura memandang ke luar mengintip lewat gordyn jendela.
Segera aku merapat dari belakangnya langsung membuka sweater satu-satunya penutup tubuhnya, begitu sama telanjang bulat kupeluk dia merapatkan punggungnya ke dadaku dan mulai mengecupi lembut lehernya dengan diikuti kedua tanganku bermain masing-masing meremasi susu dan bukit kemaluannya.
“Maass.. botolnya kerasa udah keras bener..” katanya mengomentari kemaluanku yang sudah mengencang menempel di atas pantatnya.
“Iya, udah ngerti dia sebentar lagi bakal ditumpahin isinya ke lobang ini,” jawabku singkat.
Kupondong dia dan membaringkan di atas tempat tidur langsung kudekap dan mencumbui dengan kecupan-kecupan seputar wajahnya dan usapan-usapan tangan di sekujur tubuhnya. Kenangan lama terungkit, gemas-gemas sayang rasanya dengan tubuhnya yang mulus lagi cantik ini.
Ingin kulampiaskan emosi nafsuku tapi seperti takut dia kesakitan oleh tenagaku, jadinya setengah keras setengah tertahan serbuanku. Remasan tangan kuganti saja dengan permainan mulutku, tanpa menghentikan kecupanku yang mulai kujalari menurun ke leher menuju ke buah dadanya. Lastri selain mulus bersih juga tidak berbau keringatnya sehingga enak untuk kucium-ciumi dan kujilat-jilati.
Tiba di bagian susunya, kedua bukit daging yang putih membulat bagus lagi kenyal ini segera kukecap dengan mengisap berganti-ganti masing-masing pentilnya. Ngocoks.com
Mengenyoti bagian puncaknya, kungangakan lebar-lebar mulutku serasa ingin memasukkan banyak-banyak daging menonjol itu agar dapat kusedot sepuas-puasnya. Di dalam mulutku lidahku berputaran menjilati pentilnya, menggigit-gigit kecil membuat dia mengerang dalam geli-geli senang.
“Ssh ahngg.. geli Mass..” suaranya merengek manja membuat aku semakin gemas bergairah. Air mukanya mulai merah terangsang karena sambil begitu aku juga menambahi dengan mempermainkan liang kemaluannya.
Menggosok-gosok klitorisnya dan mulai mencucukkan satu jariku mengoreki bagian mulut lubangnya. Ada satu yang istimewa dan menyenangkatu yang istimewa dan menyenangkitu dia mempunyai klitoris jenis besar yang jarang kujumpai pada kebanyakan kemaluan-kemaluan perempuan.
Aku sudah lama mengenal bagian ini tapi masih juga seperti penasaran membawa aku merosot ke bawah untuk memperhatikannya lebih jelas.
“Ihh.. Mas ini mau ngeliat apa sih..?”
Lastri rupanya kikuk malu dengan perobahan mendadakku. Tangannya bergerak ingin menutup bagian itu tapi cepat kusingkirkan.
“Kok mau ditutup sih, kan Mas kangen pengen ngeliat itil gedemu kayak dulu Was?”
“Hngg.. punyakku jelek kok mau-maunya diliat sih Mas..?”
“Kamu keliru, justru yang begini disenengin orang laki soalnya jarang ada..”
“Aaah Mas Dony menghibur ajaa. Apanya disenengin, jadi ketawaan malah..”
“Lho Mas sendiri udah keliling banyak cewek belum pernah dapet yang gini. Udah denger cerita dari orang-orang baru Mas penasaran lagi sama kamu Was..”
“Ngg abiiss Mas nggak dulu-dulu ngambilnya.. Sekarang udah keburu diambil Kang Ardi duluan baru Mas minta, kan Lastri nggak tega ngasihnya kalau udah bekas-bekas Mas..” timpal Lastri dengan air muka membayangkan kecewa.
Melihat ini buru-buru aku menghibur. “Tapi nggak apa, biarpun gitu Mas Dony juga tetep seneng sama kamu kok. Sini Mas bikinin buat kamu.”
Tanpa menunggu jawabannya aku langsung menunduk dan menyosorkan mulutku di celah itu. “Adduh Mass, Lastri nggak mau gitu..!” Kaget dia, ingin mencegah tapi kedua tangannya sudah lebih dulu kupegangi masing-masing tanganku.
Sesaat dia membelalak seolah tidak percaya aku mau bermain begini dengannya tapi sebentar kemudian terhempas kepalanya mendongak dengan dada membusung kejang ketika tersengat geli kelentitnya kujilat dan kugigit-gigit kecil.
Sebentar kubiarkan dia tenggelam dalam nafsu berahinya sampai terasa cukup baru kulepas permainan mulutku. Karena sudah lebih dulu kuhisap kemaluannya maka ketika aku meminta dia sekarang menghisap batang kemaluanku langsung diikutinya dengan senang hati.
“Nggak usah lama-lama Was, kasih ludah aja biar Mas masukin sekarang..” kataku untuk tidak berlarut-larut dulu dalam permainan pembukaan ini.
Lastri cepat mengikuti permintaanku dan sebentar kemudian dengan bantuan tangannya aku sudah menyusupkan batang kemaluanku masuk di liang kemaluannya.
Begitu terendam kutahan dulu untuk menurunkan tubuhku menghimpit mendekapnya, mengawali dengan kecupan mesra di bibirnya untuk mengembalikan rangsang nafsunya yang sempat menurun oleh suasana tegang sewaktu menyambut batangku.
Memang baru pertama kali buat dia tapi terasa ada kerinduan yang dalam baginya sehingga terasa hangat sambutannya.
Nikmatnya jepitan liang kemaluan mulai terasa meresap, maklum, biasanya belum sampai 4 hari saja aku pasti sudah ngeluyur untuk mencari partner isengku.
Dengan sendirinya senggama penyalur kerinduanku saat ini ingin kurasakan dengan senikmat-nikmatnya tanpa perlu terburu-buru.
Kebetulan lagi partnerku ini termasuk barang baru yang muda lagi menggiurkan, jadi harus kuresapi asyiknya detik demi detik agar betul-betul mendapatkan kepuasan penyaluran yang maksimum.
Setelah merasa cukup meresap asyiknya rendaman batang kemaluan dalam hangat liang kemaluannya, aku pun mulai memainkan batangku memompa pelan-pelan mencari nikmatnya gesekan batang.
“Ssshh Waas.. enak sekali memekmu.. sempitt rasanyaa..” Baru dua-tiga gesekan saja aku sudah gemetar memuji rasa yang kuterima. Mukaku jadi tegang serius saking asyik diresap nikmat, bertatapan sayu dengan matanya yang sama mesra namun tergambar sinar senang dan bangga di situ.
Makin kupompa makin meluap nikmatnya apalagi Lastri mulai menambahi dengan memainkan liang kemaluannya mengocok lewat putaran pinggulnya.
“Adduu Waass.. pinterr kammu ngocokknyaa.. tapi Mas kepengenn cepet keluarr diginiinn.. ssh mm..”
Sudah terbata-bata suara gemetarku bukan asal memuji tapi memang cepat saja aku dibuat tidak tahan oleh bantuan putaran kemaluannya. Kepala batangankan kemaluannya. Kepala batangankukkan cairan mani terkumpul di situ tinggal menunggu waktu untuk disemburkan saja.
Segera Lastri kudekap lagi dengan sebelah lengan di lehernya sedang sebelah lagi menahan pantatnya, aku pun mengganti gerakan tidak lagi menggesek tapi memutar batanganku dan menekan dalam-dalam sambil mengajak dia bercium melumat hangat.
Lastri menyambut ajakanku dengan balas mendekap, kedua kakinya naik membelit pinggangku erat-erat. Seperti mengerti kalau batang kemaluanku sudah dikorek dalam-dalam berarti aku ingin mengajak dia berorgasme bersama-sama. Dia pun tidak menahan-nahan lagi.
“Ayyo Wass.. Mass keluarinn yaa..?”
“Iyya, iyaa Mas.. sama-sama..”
“Hhaaghh..! dduhhss.. adduhh Wass.. Mass kelluarr.. sshhgh.. ahhgh.. hghh.. aah .. aahshg duuh.. hoh.. hngg hmm..”
Baru saja ajakan berorgasmeku disahut Lastri aku pun sudah meledak mengaduh tiba di puncak kepuasanku. Bukan main! semprotan cairan maniku serasa dahsyat menyembur-nyembur, menumpahkan seluruh kerinduanku sepertinya panjang dan lama sekali diperas-peras oleh pijatan kemaluannya sampai dengan tetesan yang terakhir.
Aku sendiri tidak memperhatikan lagi bagaimana partnerku ini ikut berorgasme karena bola mataku sudah terbalik saking nikmatnya aku berejakulasi.
Luar biasa, jujur kukatakan bahwa inilah saat orgasme yang paling enak sejak aku mulai bisa bersetubuh dengan perempuan. Kerinduan birahi nafsuku yang tertunda cukup lama menurut ukuranku ini betul-betul mendapatkan penyalurannya yang memuaskan sekali.
Begitu puasnya sehingga ketika tubuhku melemas Lastri masih tetap kupeluki dan kukecupi bertubi-tubi seputar wajahnya diikuti pujian tanda senangku.
“Minn, Was.. kamu kok enak skali sih.. Mas Dony rasanya puas bener numpahin kepengennya sama kamu..”
“Enak nggak main sama Lastri, Mas?” masih dia bertanya manja namun dengan nada bangga di situ.
“Hmmsshh eenaak bener deh.. Ini ibarat lagi laper-lapernya dikasih kue enak langsung pas bener kenyangnya.”
Lastri tertawa senang.
“Lastri sendiri juga puas Mas diminumin susu kentelnya Mas Dony..” katanya sambil membalas mengecupi bibirku.
Berlanjut lebih jauh tentang Lastri, ada suatu pengalaman Lastri yang ingin kuceritakan di sini sejak dia bekerja di panti pijatku, yaitu tentang keintimannya dengan Oom Rony.
Oom Rony memang doyan dipijat tapi merasakan dipijat seorang perempuan muda dia tidak pernah karena maklum dia takut dicurigai orang kalau pergi ke panti-panti pijat, selain itu Tante Yosi istrinya galak dan ketat mengawasinya.
Maka ketika suatu kali dia kubawa ke sebuah panti pijat secara sembunyi-sembunyi Oom Rony langsung ketagihan. Itu sebabnya waktu kuusulkan untuk bekerja sama mengusahakan sebuah panti pijat milik temanku yang hampir bangkrut, Oom Rony segera setuju menyertakan modalnya atas namaku.
Dengan begitu dia bisa menyalurkan kesenangannya dipijati gadis-gadis muda karena cuma beralasan pergi denganku saja baru Oom Rony bisa aman tidak dicurigai Tante Yosi. Kami berdua diketahui Tante Yosi sering pergi memancing sebagai salah satu hobby kami.
Dari mulai sekedar dipijat ternyata mulai meningkat kepingin beriseng dan gadis pemijat yang diincarnya justru Lastri. Alasannya karena Lastri sudah dikenalnya sebagai orang dalam di rumahku sehingga dia yakin Lastri tidak akan menuntut apa-apa padanya. Aku sendiri semula tidak mengira kalau perkembangan pijat-memijat itu jadi semakin jauh.
Hal ini baru kuketahui ketika suatu sore Mas Didik sopir sekaligus orang kepercayaan Oom Rony datang menjemput Lastri yang kebetulan sedang membersihkan rumahku, kudapati Lastri gelisah dan kurang enak air-mukanya.
“Mas, bilang aja aku sekarang udah nggak bisa, udah pulang kampung, lalu Mas nawarin temen-temen lain aja..” katanya membujuki aku di kamar sementara Mas Didik menunggu di ruang tamu. Ngocoks.com
“Lho tadi Mas ditelepon Bapak memang bilang kamu ada di sini kok, emang kamu kenapa..? lagi capek ya mijetin Bapak sekarang? Kalau capek nanti Mas yang ngomongin,” kataku menawarkan.
Bapak adalah menurut sebutan Lastri kepada Oom Rony.
“Nggak gitu Mas, tapi..” di sini dia berat untuk meneruskan dan memandangiku dengan malu-malu takut.
Aku paham ada sesuatu yang disembunyikan dan kubujuk dia dengan lembut sampai akhirnya Lastri pun mengaku bahwa meskipun sudah sering memijat tapi baru belakangan ini Oom Rony terangsang untuk mengajak Lastri ber-“iseng”.
Permintaan ini berat karena Lastri merasa kikuk dan sungkan sekali kepada Oom Rony dan untuk itu dia berusaha menolak dengan yang terakhir kali dia memberi alasan sedang haid. Jelas alasan yang begini cuma mengulur waktu saja sehingga untuk yang berikut ini Lastri merasa tidak bisa menolak lagi.
Itu sebabnya dia jadi gelisah serba salah terhadapku. Mendengar sampai di sini aku cuma tersenyum membuat Lastri jadi lega. Memang, baik aku maupun dia sebenarnya sama mengerti bahwa Oom Rony sebagai laki-laki wajar kalau sesekali kepengen ber-“iseng” di luaran.
Cuma saja bagi Lastri dia berat karena dia takut aku tersinggung dan marah kepadanya. Begitu, agak beberapa saat kami terdiam mencari jalan keluar tapi akhirnya kuanjurkan Lastri untuk memberi saja.
“Iddihh Mas Dony kok malah nyuruh ngasih, gimana sih?!” nadanya terdengar agak kurang enak dengan usulku.
“Gini Was, kamu kan ngerti kalau Bapak susah mau ‘ngiseng’ begini di luaran. Kebetulan bisa ketemu kamu yang udah dianggap deket bisa nyimpan rahasia, kan nggak apa-apa kalau diikutin sekali-sekali. Dijamin deh Mas Dony nggak marah soal ini.”
Mendengar dari aku sendiri yang berbicara seperti itu hanya membuat dia terdiam berpikir sebentar tapi kemudian menyetujui anjuranku. Setelah mendapat ijin khusus dariku Lastri pun bersedia untuk pergi memijat Oom Rony di hotel tempatnya menginap.
Hotel itu adalah tempat rahasia Oom Rony dan tidak ada yang tahu kecuali Mas Didik yang membawa ke situ.
Kami bertemu lagi keesokkan harinya di panti pijat, rasa penasaran kubawa dia ke sebuah kamar untuk mendengarkan pengalamannya dengan Oom Rony sambil meminta dia memijati aku. Lastri yang ditanya soal semalam langsung menyembunyikan muka malunya di dadaku belum langsung menjawab.
“Lho kok masih berat nyeritainnya, kan Mas udah ngasih ijin? Gimana, kesannya asik atau nggak kan Mas kepengen tau?” tanyaku mendesak terus.
“Kesannya.. Aaa.. maluu aku Maass..!”
Lastri menjerit malu makin membenamkan wajahnya ke dadaku. Kutunggu beberapa saat sampai malunya mereda barulah dia mau bercerita pengalamannya malam tadi.
Seperti yang sudah dibayangkan Lastri, baru saja memijat sebentar bagian punggung Oom Rony sudah berbalik minta dipijat bagian depan. Di situ sambil mengambil tangan Lastri untuk memijati seputar selangkangannya dia mulai memancing-mancing jawaban Lastri tentang kesediaannya untuk memenuhi ajakan ber-“iseng”-nya waktu itu. Lastri meskipun merasa sudah tidak ada yang diberati tapi masih kikuk untuk mengiyakan langsung.
Dia hanya menggigit bibir malu-malu meskipun begitu tangannya bekerja juga menyusup di balik handuk yang dikenakan Oom Rony dan segera memijat daerah selangkangan yang dimaksud untuk merangsang kejantanannya. Jelas cepat saja batang itu naik menegang.
“Ihhng.. cepet bener bangunnya Bapak punya..” katanya mengomentari batang kemaluan kencang Oom Rony di genggamannya.
“Makanya itu, biar nggak tambah penasaran sebaiknya diselesaikan sama kamu Was?” jawab Oom Rony sambil merayapkan tangannya dari belakang pantat Lastri menyusup mengusapi tengah selangkangannya.
“Mmm.. tapi mesti dilicinin dulu Pak..” lagi-lagi Lastri tidak menjawab langsung, hanya mengambil cream pemijit dan melumuri seputar batang itu agar menjadi licin.
Sekarang Oom Rony mengerti bahwa Lastri sudah bersedia menyambut ajakan ber-“iseng”-nya, dia beraksi lebih dulu membuka belitan handuk yang dipakainya.
“Kalau gitu ke sini aja supaya nggak habis waktunya. Ayo buka dulu bajumu terus naik sini Nduk!” kata Oom Rony terburu-buru saking senangnya.
Lastri berhenti dan mengikuti permintaan Oom Rony untuk segera membuka bajunya. Tapi meskipun sudah terbiasa bertelanjang bulat di depan lelaki, tidak urung dengan majikan besarnya ini Lastri merasa kikuk sekali.
Lebih-lebih waktu ditarik berbaring bersebelahan disambut masuk dalam pelukan Oom Rony yang langsung menyerbu dengan remasan gemas dan ciuman bernafsu di seputar lehernya, Lastri jadi risih karena merasa tidak pantas dengan besarnya perbedaan status di antara kedua mereka.
Sekalipun sudah dicoba memejamkan mata dan menghayalkan dia sedang digeluti salah seorang langganan “Oom Senang”-nya tapi tetap saja terbawa sebagai majikan besar ini sulit hilang, sehingga Lastri seperti kaku tidak berani bergaya manja-manja genit.
Padahal Oom Rony sudah tidak perduli soal status dan jabatannya, juga tidak perduli dengan status lawan mainnya. Yang dia tahu saat itu ialah si gadis pembantu yang cantik ini begitu menggiurkan dalam penampilan polosnya sehingga Oom Rony yang sedang mendapat kesempatan menggelutinya pun tambah lebih bersemangat lagi.
Dari mulai kedua susunya, sudah habis-habisan masing-masing daging kenyal yang bulat montok itu diremasi dan disosor rakus mulut Oom Rony.
Disedot-sedot bagian puncaknya sam-bil dikulum pentilnya digigit-gigiti kecil membuat Lastri menggelinjang kegelian, begitu juga seputar tubuh si cantik sudah rata dijelajahi rabaan tangan Oom Rony yang sibuk penasaran.
Mendarat di selangkangannya bukit daging setangkup tangan itu pun diremasi gemas, jarinya mengukiri celah hangat mengiliki kelentit dengan gemetar bernafsu. Semakin Lastri meliuk erotis semakin merangsang nafsu Oom Rony sampai akhirnya dia tidak tahan berlama-lama lagi.
Dia pun berhenti dan segera mengambil ancang-ancang untuk mulai menyetubuhi Lastri. Menangkap bahwa Lastri mungkin masih kikuk dengannya, Oom Rony meminta Lastri berbalik agar dia bisa memasuki dari arah belakang.
Ini diikuti Lastri tapi belkang. Ini diikuti Lastri tapi belOom Rony sudah merapat menepatkan sendiri ujung batang kemaluannya dan langsung menekan masuk.
“Tapi.. lho, lhoo, lhoo..?!” Lastri sampai menjengkit dengan meringis bengong karena dia merasakan suatu kesalahan tusuk pada lubangnya. Bukan di lubang kemaluan tapi justru lubang anusnya yang disodok batang itu. Dan konyolnya baru saja dia akan memperbaiki sudah keburu keluar komentar Oom Rony.
“Ssshhmm.. enakk Waass.. sempit sekali punyakmuu hhshh..” baru terjepit sudah langsung dipuji rasanya. Lastri jadi urung membetulkan karena dia kuatir Oom Rony tersadar dan malu hati, malah hilang selera nafsunya dan batal meneruskan permainan.
Biar saja, mumpung suasana kamar remang-remang gelap mudah-mudahan sampai dengan selesai Oom Rony tidak menyadari kekeliruannya. Syukur, Oom Rony memang kelihatan bernafsu sekali terasa dari sodokannya yang gencar dengan tubuh gemetaran persis seperti anjing sedang dalam siklus birahinya.
Maklum, dia betul-betul lapar sekali menyetubuhi partner muda seperti ini. Dan melihat ini Lastri menambahi dengan bantuan goyangan pinggulnya mengocok batang itu, maka tidak berlama-lama lagi sebentar kemudian terdengar tenggorokan Oom Rony menggeros tersendat-sendat ketika dia berejakulasi memuntahkan cairan maninya. Itulah apa yang dialami Lastri ketika melayani Oom Rony semalam.
“Tapi urusannya sekarang gimana nih, semalem yang ini dipakai juga nggak, kalau nggak biar Mas Dony yang ngisi sekarang?” tanyaku menggoda sambil menyusupkan tanganku meremas langsung kemaluan telanjangnya. Lastri memang selalu bertelanjang bulat jika memijati aku.
“Main yang keduanya memang dipakai juga, tapi biarpun gitu asal yang mau ngasih lagi Mas Dony sendiri tetep aja Lastri penasaran Mas..” jawabnya dengan mulai bermain di kemaluanku.
“Kalau gitu pertamanya pakai yang depan dulu ya? Abis itu baru masukin yang di belakang, soalnya Mas Dony juga jadi nafsu deh denger ceritamu barusan.”
Bersambung…