Birahi seksual wanita hamil & ibuku

PUSAT4D – CERITASEX
Aku disuruh oleh Mamah mengambil jahitan di rumah Tante Carissa. Besok sore mau Mama pakai untuk kondangan ke pesta pernikahan anak Oom Dodi. Mama mengecilkan bagian pinggang baju kebayanya. Sudah beberapa hari yang lalu Mama membawa baju kebayanya itu ke rumah Tante Carissa.

Tapi waduhh.. aku malas mau ke rumah Tante Carissa. “Mama aja deh yang ke sana..” kataku.

“Mama melahirkan kamu susah-susah sampe berteriak-teriak kesakitan, tapi suruh kamu ngambil baju Mama nggak sampai 15 menit aja, kamu nggak mau!” omel Mama.

Akhir-akhir ini Mama memang suka cerewet. Mama tidak pernah berpikir bagaimana 21 tahun yang lalu ia bikin aku dengan Papa. Aku yakin Mama hanya berteriak sakit satu kali, yaitu ketika kontol Papa menerobos memecahkan kegadisannya.

 Setelah itu, apa Mama masih sakit? Kalau Mama masih sakit, anaknya tidak mungkin sampai 3 orang. Uggh, begitulah wanita kalau sudah mau masuk masa menopause, suka uring-uringan saja. Daripada tambah Mama semakin naik darah, aku berjalan ke rumah Tante Carissa.

Di depan rumah Tante Carissa tergantung beberapa kandang burung milik Oom Kardono, suami Tante Carissa. Aku tidak tahu burung apa yang ada di kandang bagus-bagus beraneka warna tersebut. “Burung” sendiri aja jarang aku urus, kenapa pengen tau “burung” orang lain?

Yang membukakan pintu rumah untuk aku ternyata bukan Tante Carissa, tapi Andini, putri tunggal Tante Carissa yang sudah menikah. Aku kenal baik dengan Andini, tapi siang ini Andini yang sedang hamil itu membuat aku terkaget-kaget.

Pakaiannya kaos bertali kecil di pundak dan celana pendek. Bukan hanya leher, paha dan kakinya yang mulus kuning langsat yang membuat aku terpana, tapi perutnya yang buncit itu meluber keluar dari bagian bawah kaosnya hingga nampak pusernya. Ia tidak nampak canggung dengan aku.

“Lho kok kamu ada di sini, Din?” tanyaku. Ia kakak kelas aku di SMA. Setelah menikah, ia tinggal di luar daerah ikut suaminya.

“Rencananya mau melahirkan di sini. Mumpung ada Mami yang ngurusin…” jawabnya tersenyum. “Tumben kemari? Ayo masuk…”

“Aku mau ngambil jahitan Mama..” jawabku ikut Andini masuk ke dalam rumah.

“Tuh.. di meja, cari aja sendiri. Aku nggak tau mana baju Mamamu, Mami nggak ada di rumah, ke rumah Oom, istrinya meninggal. Mungkin besok Mami baru pulang…”

“Aku juga nggak tau mana baju Mamaku. Kemarin Mamaku yang bawa kemari sendiri, katanya sih kebaya…”

“Kalo gitu, besok aja baru ngambil. Sekarang, duduk dulu. Mau minum apa kamu?”

“Nggak usah minum apa-apa, terima kasih, Din. Mamaku mau pakai kebayanya besok.”

“Kamu duduk dulu, aku telepon Mami…” kata Andini masuk ke kamar.

Aku meletakkan pantatku duduk di sofa. Andini menelepon Maminya sementara aku duduk dengan gelisah membayangkan tetek Andini yang tidak pakai bra dan perut buncitnya yang meluber keluar dari kaos tank-topnya yang pendek.

Setelah telepon, Andini mengambil sebuah bungkusan di meja. Ternyata baju kebaya Mamaku sudah disiapkan oleh Tante Carissa. Namun begitu, Andini tidak mengizinkan aku buru-buru pulang.

“Jabang bayi di dalam perutku ini ingin berkenalan dengan kamu, Har…” kata Andini memegang perutnya yang telanjang.

“Ah, kamu bisa aja, Din…” kataku.

“Kalo nggak percaya, coba saja kamu pegang perutku ini..” balas Andini melangkah mendekati aku. Perut Andini yang buncit berhadapan dengan wajahku.

“Besar gitu sudah berapa bulan sih?”

“Mau 7, seksi ya?”

Pertanyaan Andini membuat aku tersentak, tapi aku menjawabnya dengan tenang. “Wahh.. sangat!” ujarku. “Aku nggak hanya mau memegang, tapi akan kucium perutmu ini. Jika anakmu laki-laki, nanti aku punya anak cewek, kita besanan, ya?”

Andini dan aku tertawa berbarengan. Kumajukan wajahku, lalu kucium perut Andini yang membusung di depanku. “Hmm… teruskan cium sampai ke bawah, Harr…” desah Andini, kemudian ia menurunkan celana pendeknya seperti memberiku sinyal supaya aku ‘menggarap’ tubuhnya.

Karena aku juga napsu sama dia, aku turuti permintaan Andini. Hidungku menjalar turun ke bawah. Tampak celana dalam pendek berwarna merah menggelantung di bawah perutnya. Tak segan-segan lagi kutarik turun celana dalam Andini hingga terlihat bulu kemaluan hitam menghiasi segitiga emasnya. Kucium bulu ikal kasar berujung runcing beraroma khas itu.

“Harr…” desah Andini.

“Libidomu lagi tinggi, ya? Mau kucium semua tubuhmu?” tanyaku.

“Kamu yang memulai, kamu juga yang harus mengakhiri.” jawab Andini.

“Haa… haa…” kutarik Andini duduk di sampingku. “Seandainya aku tidak kemari…?” tanyaku.

“Kamu bukan anak Mama kan, kalau pergi kelamaan suka dicari?”

“Mamaku sudah mau menopause, ngapain kutunguin?” jawabku.

“Haa.. haa.. kita ngobrol dikamarku saja kalau gitu…” ajak Andini tertawa lepas.

Segera Andini bangun dari sofa melangkah ke pintu rumahnya yang terbuka. Kubangkit dari tempat dudukku mengikuti Andini yang sudah mengunci pintu rumah, masuk ke kamarnya. Sesaat kami duduk di tepi tempat tidur, kami langsung berciuman bibir tanpa berbasa-basi lagi.

Nanti kalau aku pulang ke rumah, aku juga akan mencium Mamaku sepuas-puasnya. Rupanya ocehan Mama membawa keberuntungan bagiku. Lumayan lama kami berciuman dengan posisi duduk. Terus tanganku mulai menjelajahi tubuh Andini dari lehernya aku usap terus sampai ke punggung dan pelan-pelan tanganku mulai meremas payudaranya yang masih tertutup kaos.

Uggh, montok banget. Memang wanita kalau lagi hamil, payudaranya padat dan montok sekali, mungkin sudah berisi ASI, tapi belum bisa dikeluarkan. Kemudian ciumanku mengarah ke telinganya. Aku menjilat pelan belakang telinganya.

“Shhhh… ooohh… Harrr… ssshtt…” desis Andini.

Terus kujilat lehernya, Andini tambah mendesis. Jariku ikut mengelus ‘niple’nya. Tubuh Andini melemah, kemudian kurebahkan Andini di tempat tidur. Andini pasrah saja kulepaskan kaos tank-top dan celana pendeknya. Andini yang hanya mengenakan celana dalam itu perutnya seksi sekali. Aku mencium perutnya sambil tanganku meremas payudaranya.

Sensasinya.. bro… waww…

Ketika mulutmu mulai mengulum ‘niple’nya, ‘niple’nya keras sekali, tanda Andini sudah terangsang. Tanganku turun meraba celana dalamnya dan mengusap celana dalam luarnya. Andini terengah-engah. Sambil mulutku masih mengenyot ‘niple’nya, tanganku menyusup masuk ke celana dalamnya, dan mencari klitorisnya.

“Ughh! Shhh.. ooggh! Uggh!” desahan Andini berubah menjadi jeritan kecil sewaktu tanganku aktif bergerak di daerah vaginanya.

Vagina Andini sudah basah sekali. Kemudian aku membuka celana dalamnya. Andini bertelanjang bulat di depan mataku bukan hanya khayalan. Hidungku bisa merasakan aroma vaginanya dan merasakan lendir yang meleleh keluar dari liang vaginanya itu rasanya gurih saat lidahku menjilat sambil tanganku mengelus perutnya yang hamil.

Terus aku memasukkan jari telunjukku ke dalam vaginanya. Jariku tidak berani dalam-dalam masuknya karena takut mengganggu kandungannya. Sembari lidahku menjilat klitorisnya telunjukku keluar-masuk vaginannya, perlahan banget temponya. Andini tambah terangsang. Kepalaku diremas-remas saking nikmatnya jilatanku yang dirasakannya.

Setelah beberapa saat, aku mendengar napas Andini tambah memburu dan badannya mulai menegang serta jepitan di vaginanya tambah erat. Terus tempo gerakan jariku agak kupercepat keluar-masuk vaginanya.

“Harr.. aku mau meledak..” bisiknya.

“Ledakkan aja, aku nggak nahan kok…” jawabku masih bisa mencandai Andini.

Kujilat lagi klitoris Andini yang sudah mekar menjadi keras. Tangan Andini dengan kuat menekan kepalaku. Jilatin terus kulakukan, aku sedot… aku telan semua cairan dari vaginanya saat tubuh Andini mengejang seperti mau menjelang ajal.

Andini orgasme, aku bangun melepaskan semua pakaianku. Kami berpelukan dengan telanjang seperti sepasang suami-istri sambil tanganku mengelus-elus perutnya yang seksi, dan Andini berbisik ke telingaku,: “Boleh nggak kucium ‘adik’mu?”

Ugh, aku langsung menelan ludah. Andini kemudian bangun memegang kontolku, terus lidahnya mulai menari-nari di ujung kontolku sembari tangannya mengocok ngocoks serta berputar-putar dari pangkal sampai leher kontolku, gila… enak abis, aku sampai mengerang kenikmatan.

Aku memegang kepala Andini dan bilang padanya jangan mainin adikku kelamaan,: “Aku tidak mau meledak di mulut kamu!” kataku.

Aku mengangkat kepalanya dan aku bikin tubuhnya terlentang. Terus kuposisikan badanku di antara kedua pahanya yang terbuka lalu mulai mengarahkan kontolku ke liang vaginanya. Seksi sekali badan Andini dilihat dari atas dengan perutnya yang membusung seksi. Aku pelan-pelan menusukkan kontolku. Rupanya liang vagina Andini masih padat.

Dengan sedikit usaha akhirnya kontolku berhasil memasuki vagina Andini. K9nt6lku masuk semuanya. Nikmat banget seperti ada yang gigit, mencengkram erat kontolku, sampai aku meringis saking nikmatnya.

“Jalannya masih sempit gini, suamimu jarang tengok calon anaknya ya, Din?” tanyaku.

“Kamu tanyakan dia aja. Dia ngurus pekerjaannya saja dari pagi hingga tengah malam, makanya aku pulang ke sini…” jawab Andini dengan suara sewot.

Aku tidak mau banyak tanya soal rumah tangga Andini. Biarkan saja mereka berantem, aku nggak punya urusan. Pelan-pelan aku menggerakkan kontolku yang keras itu keluar-masuk dengan tempo yang aku atur.

Vagina Andini terasa menjepit erat kontolku. Aku harus atur napas untuk menjaga supaya aku tidak buru-buru meledak. Disertai elusan, rabaan, dan ciuman dariku badan Andini mulai menegang dan tangannya tambah erat mencengkram lenganku tanda ia mau orgasme kembali.

Gerakanku percepat, tambah cepat! Dan aku juga mulai merasa sudah mau dekat ke ujung. Waktu merasa aku mau keluar, Andini tambah keras mencengkram aku. “Aahhhhhhh.. aku mau meledakk…!” erangku.

Lahar panas aku menyembur kencang di dalam vagina Andini. Dinsanya aku melayang-layang. Tidak tahu lagi apa yang terjadi pada Andini, apakah ia ikut orgasme atau tidak. Setelah itu, aku tidak buru-buru mencabut kontolku. Kubiarkan kontolku melemas sendiri di dalam vagina Andini. Lalu kucium perutnya, kucium bibirnya dan kucium ketiaknya.

“Oohh… kamu bikin aku gila sama kamu, Din…” kataku terengah-engah.

Andini mengajak aku mandi bareng. Aku menyabun badannya dengan lembut, dan daerah yang paling lama aku sabuni adalah daerah perutnya. Aku usap lembut dengan gerakan memutar, turun-naik, Aku menikmati sensasinya.

Andini bertanya padaku,: “Kamu suka perut aku ya?”

“Iya, aku suka sama wanita hamil,” jawabku.

“Terus.. kalo aku sudah melahirkan, kamu sudah nggak suka sama aku, dong?”

Aku hanya senyum tak menjawab, lalu kucium bibirnya. Sekali lagi kami mengulangi cumbuan terlarang itu di kamar mandi.

Sesampai di rumah, aku sungguh beruntung Mama tidak bertanya padaku. Yang penting baju kebayanya yang akan dipergunakannya besok sore sudah berada di tangannya. Malamnya aku hanya setengah tidur, setengahnya aku pakai untuk membayangkan Andini. Kalau ia pengen jadi istriku, aku mau deh. Gila… nikmat banget vaginanya…

Keesokan siangnya, Mama menyuruh aku jangan kemana-mana. Mama mau meminta aku menemaninya kondangan, karena Papa tidak keburu pulang dari kantor. Aku tidak bisa menghindar, kuturuti saja ajakan Mama.

Sorenya, selesai aku rapi-rapi, memakai kemeja batik lengan panjang dan celana panjang formal, bukan jins, aku menunggu Mama keluar dari kamar sambil duduk melihat adikku dengan satu temannya main PS di depan televisi. Begitu Mama keluar dari kamar, sepasang mataku seolah-olah dibuatnya jadi kaku, tak bisa dikedipkan.

Luar biasa!!!

Andini lewat!

Mama yang memakai kebaya dari bahan brokat berwarna merah marun itu, payudaranya yang putih mulus hampir separuh terburai keluar dari bagian atas baju kebayanya. Pantatnya yang terbungkus kain ketat nampak nonggeng, sangat semok dan bergoyang ke kian kemari saat Mama berjalan memakai sandal hak tinggi.

Ufff… rasanya aku sampai susah mengatur napasku. Andini yang masih bertubuh segar saja tidak membuat aku sampai begitu, tetapi wanita yang hampir berusia 50 tahun ini sungguh menggairahkan darah mudaku. Dinsanya aku ingin memeluknya dan membuat cupang di payudaranya yang keluar dari bagian atas baju kebayanya itu.

“Bengong aja…” kata Mama.

“Mama seksi, sih…uff…”

“Nanti Mama tutup dengan selendang…” ujar Mama tersenyum dengan bibirnya yang tipis dipoles lipstik berwarna merah.

Dinmbutnya disasak tinggi. Entah berapa botol hairspray telah dihabiskannya. Tidak rugi, karena Mama begitu cantiknya sore ini. Mama menjelma seperti seorang wanita berusia 30-an, bukan lagi seorang wanita yang mau menopause dengan payudara yang sudah layu dan kendor.

Kami sampai dI tempat parkir mobil hampir jam 7 malam. Turun dari mobil, Mama mau menyelempangkan selendang ke bahunya, aku melarang Mama. “Nanti kamu malu,” kata Mama.

“Kenapa aku malu punya seorang Mama yang cantik dan seksi?” jawabku.

Mama menggandeng tangan kananku berjalan ke lobby. Di lobby, kami di sambut oleh 3 pasang suami-istri. Si suami memakai jas lengkap, sedangkan istri mereka memakai gaun pesta panjan dengan warna dan model yang seragam.

Mama menyuruh aku menyerahkan amplop merah dan menulis buku tamu, lalu kami diberi sovenir sebuah kipas. Setelah itu kami di arahkan ke sebuah lapangan terbuka. Luasnya mungkin ¾ lapangan sepak bola dan tamu undangan sudah banyak.

Aku melihat meja makanan bertebaran di setiap sudut lapangan. Tapi kami tidak boleh langsung mengambil makanan, karena acara belum dimulai. Mama bersalaman dengan orang-orang yang dikenalnya, aku ikut bersalaman, dan sampai-sampai ada yang bertanya pada Mama. “Ini suami?” Mungkin orang itu belum kenal dengan Papa.

Tapi aku bangga juga dibilang suami Mama. Mama mengajak aku berdiri di bawah sebatang pohon yang rindang. Disitu agak gelap, tapi bukan hanya di tempat kami berdiri saja, melainkan hampir seluruh lapangan gelap, kecuali pelaminan untuk kedua mempelai dan kedua orang tua mereka. Di situ terang benderang.

Mama tidak berdiri sendirian, tapi Mama menggandeng terus tanganku. Dinsanya semakin rapat saja, lenganku bisa merasakan tonjolan payudaranya. Tapi kemudian aku dikejutkan oleh sepasang tamu yang usia mereka kira-kira seperti Mama dan berdiri pas di depan aku dan Mama.

Mereka berciuman bibir, saling melumat dan aku melihat tangan si pria sampai meremas payudara si wanita. Aku buru-buru menarik Mama menjauh dari kedua orang itu. “Tadi melihat, Ma?” tanyaku.

“Iya, kamu mau begitu juga?” tanya Mama. “Kasihan anak Mama. Cium nih bibir Mama.” kata Mama. Entah Mama bercanda atau beneran.

Meskipun Mama hanya bercanda, aku semakin bergairah dengan Mama. Aku tidak pernah ingat lagi permainan seks aku dengan Andini kemarin siang.

Kami sekitar 1 jam di tempat pesta. Di dalam mobil, setelah kuhidupkan mesin, aku memeluk pundak Mama. Mama dengan manjanya bersandar di bahuku. Aku mencium pipinya, lalu dengan berani aku berbisik ke telinganya. “Ma, anak Mama terasang sama Mama!”

Mama tersenyum, lalu tangannya mengelus selangkanganku. “Hmm…” desahnya.

Aku kaget juga, tapi melihat sekeliling mobil kami sepi, tanpa banyak mikir lagi, langsung aku menunduk mengisap payudara yang keluar dari bagian atas baju kebaya Mama.

“Oohh… sayang, di sini nanti kelihatan orang, nanti di rumah saja!” bisik Mama dengan suara parau.

Aku membisu dengan Mama sepanjang perjalanan pulang. Sungguh aku nggak nyangka, Mama mau meladeni aku.

Kami sampai di rumah hampir jam setengah 10 malam. Mama menemani aku memasukkan mobil ke garasi, sedangkan Papa yang memarkir mobilnya di tepi jalan, belum kelihatan. Mama lalu membuka pintu rumah dengan kunci yang dibawanya. Lampu ruangan sudah digelapkan oleh adikku yang sudah tidur di kamarnya masing-masing.

Mama mengunci kembali pintu rumah. Aku melepaskan kemeja batikku. Hanya mengenakan singlet dan masih memakai celana panjang, aku menghempaskan pantatku di sofa dalam kegelapan.

Setelah Mama menyimpan sandalnya di rak, Mama yang belum berganti pakaian ikut duduk di sampingku. Mencium bau parfumnya membuat aku kembali terangsang. “Tadi kamu makannya banyak nggak, sayang?” tanya Mama.

“Nggak, cuma dikit!”

“Mama makannya lumayan banyak, makanannya enak-enak. Gagal deh diet Mama. Hmm… sayangg…” Mama menyandarkan kepalanya di bahuku.

Mendengar ia mendesah hmmm… sayang, aku tidak mampu mengontrol diriku lagi. Aku segera menjulurkan tangan kiriku memeluk pundaknya, lalu menunduk mencium bibirnya yang sudah kehilangan lipstik. Mama sama sekali tidak menolak. Mama memejamkan matanya dan ia membuka mulutnya menjulurkan sedikit lidahnya, sementara tangannya mencoba menarik turun ritsleting celana panjangku.

Aku mengisap lidahnya, sementara tangan kananku membuka kancing baju kebayanya. Mama berhasil mengeluarkan kontolku yang tegang dari balik celana dalamku. Ia meremas dan mengocok kontolku pelan sambil bibirnya saling melumat dengan bibirku.

Kancing baju kebayanya aku lepaskan semua, lalu kunaikkan BH-nya. Tanganku lalu meremas payudara Mama yang menggelantung kendor itu. ‘Niple’nya yang kecil kupelintir pelan. Mulut Mama mengisap kuat lidahku sambil hidungnya mengeluarkan udara mendengus-dengus. Aku terus saja memelintir ‘niple’nya. Mama lalu menarik lepas bibirnya dari bibirku.

Napas Mama terengah-engah seperti ia barusan berlari ratusan kilometer. “Ooo… oooo… lepaskan Harr.. jangan diteruskan… Nggak tahaannn… Mama nggak tahan, Harr… Mamah nggak tahaaannnn….” desahnya.

Aku memeluk Mama erat-erat membiarkan ia orgasme. Aku malu juga telah membuat Mama orgasme. “Maaf ya, Ma.” bisikku.

Mama melepaskan dirinya dari pelukanku. Ia berdiri dan dengan kedua tangan menaikkan kainnya. Mama bukan memakai celana dalam, tapi memakai korset. Ia melepaskan korsetnya. Mama melipat korsetnya lalu ditaruh di sofa. Mama kemudian berkata padaku,: “Nggak usah dibuka semua…” lalu Mama melangkahkan kakinya naik ke pahaku.

K9nt6lku yang tegang dipegangnya, kemudian ia tekan ke lubang vaginanya. Setelah itu, pelan-pelan Mama menurunkan tubuhnya. Kontolku ikut pelan-pelan tenggelam ke dalam vagina Mama yang kering dan menjepit kontolku itu. Nikmat banget. Mama lalu menyodorkan ‘niple’nya ke bibirku.

Saat aku mengisap ‘niple’nya, Mama mengayunkan pantatnya maju-mundur memeras air maniku sambil kedua tangannya melingkar di leherku. “Ooo… sshhss… ooogghh…” desahnya pelan. Cerita dewasa ini di upload oleh situs ngocoks.com

Terus terang, aku tidak bisa mengatur tempo permainan itu. Mama yang memegang kendali di atas. Ketika aku sudah merasa mau klimaks, pantat Mama semakin mengayun cepat dan semakin cepat.

“Oooohhh…” erangku menyemburkan air mani di dalam vagina Mama.

Mama juga merintih,: “Oooowgghh….” dan pantatnya terus bergoyang maju-mundur sampai tubuhku lemas, kemudian Mamah memeluk aku erat-erat.

Mamah mendiamkan tubuhnya di atas pangkal pahaku beberapa saat, lalu ia bertanya padaku,: “Sudah?” “Ya Ma, thank you…” ucapku malu-malu.

Cerita Sex Perempuan Berhijab Nakal

Mamah bangun dari pangkal pahaku. Ia mengambil beberapa lembar tissu di meja membersihkan selangkangannya. Setelah itu ia menyodorkan beberapa lembar tissu padaku, karena di kontolku yang sudah loyo itu berlumuran air mani.

Aku membersihkan kontolku, Mama melangkah ke kamar mandi. Aku juga meninggalkan sofa pergi ke kamarku. Besoknya, kami seperti tidak terjadi apa-apa dan hanya sekali itu saja petualangan seksku dengan Mama gara-gara kebayanya yang seksi itu, sedangkan dengan Andini aku masih terus berhubungan.

BERSAMBUNG….

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *